Senin, 21 Juni 2010

JENIS DATA DAN METODE PENGUMPULAN DATA

PERTEMUAN 7
JENIS DATA DAN METODE PENGUMPULAN DATA

Untuk memperoleh data atau informasi dalam studi kasus tentu perlu dilakukan kegiatan pengumpulan data. Data sebagai informasi awal yang dibutuhkan sebagai penunjang studi kasus, untuk itu diperlukan data-data mengenai klien dalam aspek-aspek sebagai berikut :
 Latar belakang keluarga; data tentang orang tua, saudara-saudara, taraf sosial ekonomi keluarga, suasana kehidupan keluarga, adapt istiadat, pola asuh orang tua.
Riwayat sekolah; jenjang pendidikan sekolah yang telah diselesaikan dalam waktu berapa tahun, tamat dimana, tahu berapa, kesulitan belajar yang dialami.
 Taraf prestasi; dalam bidang-bidang studi yang mempunyai relevansi bagi perencanaan pendidikan lanjutan dan penentuan jabatan kelak.
 Taraf kemampuan intelektual atau kemampuan akademik; kemampuan untuk mencapai prestasi disekolah yang didalamnya berpikir memegang peranan pokok.
 Bakat khusus; kemampuan untuk mencapai prestasi yang tinggi di bidang tertentu.
 Minat terhadap bidang studi dan bidang pekerjaan tertentu; kecenderungan menetap untuk merasa tertarik pada sesuatu.
 Pengalaman diluar sekolah; kegiatan dalam organisasi muda-mudi dan pengalaman kerja.
Cirri-ciri keperibadian yang tidak termasuk kedalam no 4 ,5, 6 diatas; sifat tempramen, sifat karakter, corak kehidupan emosional, nilai-nilai kehidupan yang dijunjung tinggi, kadar pergaulan social dengan teman-teman sebaya, sikap dalam menghadapai permasalahan dalam berbagai bidang kehidupan, keadaan mental dsb.
 Kesehatan jasmani; keadaan kesehatan pada umumnya, gangguan pada alat-alat indera, cacat jasmani dan penyakit serius yang pernah diderita.
Dalam proses pengumpulan data tentu diperlukan sebuah alat atau instrument pengumpul data. Alat pengumpul data dapat dibedakan menjadi dua yaitu pertama alat pengumpul data dengan menggunakan metode test dan metode non test.
1. Pengumpulan Data Dengan Metode Test
Test merupakan suatu metode penelitian psikologis untuk memperoleh informasi tentang berbagai aspek dalam tingkah laku dan kehidupan batin seseorang, dengan menggunakan pengukuran (measurement) yang menghasilkan suatu deskripsi kuantitatif tentang aspek yang diteliti.
Keunggulan metode ini adalah:
 Lebih akurat karena test berulang-ulang direvisi.
 Instrument penelitian yang objektif.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah :
 Hanya mengukur satu aspek data.
 Memerlukan jangka waktu yang panjang karena harus dilakukan secara berulang-ulang.
 Hanya mengukur keadaan siswa pada saat test itu dilakukan.
Adapun jenis-jenis tes adalah sebagai berikut:
a. Tes Intelegensi
Tes kemampuan intelektual, mengukur taraf kemampuan berfikir, terutama berkaitan dengan potensi untuk mencapi taraf prestasi tertentu dalam belajar di sekolah (Mental ability Test; Intelegence Test; Academic Ability Test; Scholastic Aptitude Test). Jenis data yang dapat diambil dari tes ini adalah kemampuan intelektual atau kemampuan akademik.
b. Tes Bakat
Tes kemampuan bakat, mengukur taraf kemampuan seseorang untuk berhasil dalam bidang studi tertentu, program pendidikan vokasional tertentu atau bidang pekerjaan tertentu, lingkupnya lebih terbatas dari tes kemampuan intelektual (Test of Specific Ability; Aptitude Test ). Kemampuan khusus yang diteliti itu mencakup unsur-unsur intelegensi, hasil belajar, minat dan kepribadian yang bersama-sama memungkinkan untuk maju dan berhasil dalam suatu bidang tertentu dan mengambil manfaat dari pengalaman belajar dibidang itu.
c. Tes Minat
Tes minat, mengukur kegiatan-kegiatan macam apa paling disukai seseorang. Tes macam ini bertujuan membantu orang muda dalam memilih macam pekerjaan yang kiranya paling sesuai baginya (Test of Vocational Interest).
d. Tes Kepribadian
Tes kepribadian, mengukur ciri-ciri kepribadian yang bukan khas bersifat kognitif, seperti sifat karakter, sifat temperamen, corak kehidupan emosional, kesehatan mental, relasi-relasi social dengan orang lain, serta bidang-bidang kehidupan yang menimbulkan kesukaran dalam penyesuaian diri.
e. Tes Proyektif
Tes Proyektif, meneliti sifat-sifat kepribadian seseorangmelalui reaksi-reaksinya terhadap suatu kisah, suatu gambar atau suatu kata; angket kepribadian, meneliti berbagai ciri kepribadian seseorang dengan menganalisa jawaban-jawaban tertulis atas sejumlah pertanyaan untuk menemukan suatu pola bersikap, bermotivasi atau bereaksi emosional, yang khas untuk orang itu.
Kelemahan Tes Proyektif hanya diadministrasi oleh seorang psikolog yang berpengalaman dalam menggunakan alat itu dan ahli dalam menafsirkannya.
f. Tes Perkembangan Vokasional
Tes vokasional, mengukur taraf perkembangan orang muda dalam hal kesadaran kelak akan memangku suatu pekerjaan atau jabatan (vocation); dalam memikirkan hubungan antara memangku suatu jabatan dan cirri-ciri kepribadiannya serta tuntutan-tuntutan social-ekonomis; dan dalam menyusun serta mengimplementasikan rencana pembangunan masa depannya sendiri. Kelebihan tes semacam ini meneliti taraf kedewasaan orang muda dalam mempersiapkan diri bagi partisipasinya dalam dunia pekerjaan (career maturity).
g. Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes yang mengukur apa yang telah dipelajari pada berbagai bidang studi, jenis data yang dapat diambil menggunakan tes hasil belajar (Achievement Test) ini adalah taraf prestasi dalam belajar.
2. Pengumpulan Data Dengan Metode Non Test
Untuk melengkapi data hasil tes akan lebih akurat hasilnya bila dipadukan dengan data-data yang dihasilkan dengan menggunakan tehnik yang berbeda, berikut disajikan alat pengumpul data dalam bentuk non tes.
a. Observasi
Observasi diartikan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Keunggulan metode ini adalah:
 banyak gejala yang hanya dapat diselidiki dengan observasi, hasilnya lebih akurat dan sulit dibantah.
 Banyak objek yang hanya bersedia diambil datanya hanya dengan observasi, misalnya terlalu sibuk dan kurang waktu untuk diwawancarai atau menisci kuisioner.
 Kejadian yang serempak dapat diamati dan dan dicatat serempak pula dengan memperbanyak observer.
 banyak kejadian yang dipandang kecil yang tidak dapat ditangkap oleh alat pengumpul data yang lain, yang ternyata sangat menentukan hasil penelitian.
Kelemahan metode ini adalah :
 Observasi tergantung pada kemampuan pengamatan dan mengingat.
Kelemahan-kelemahan observer dalam pencatatan.
 Banyak kejadian dan keadaan objek yang sulit diobservasi, terutama yang menyangkut kehidupan peribadi yang sangat rahasia.
 Oberservasi sering menjumpai observee yang bertingkah laku baik dan menyenangkan karena tahu bahwa ia sedang diobservasi.
 Banyak gejala yang hanya dapat diamati dalam kondisi lingkungan tertentu, sehingga dapat terjadi gangguan yang menyebabkan observasi tidak dapat dilakukan.
1) Catatan Anekdot (Anecdotal Record )
Alat untuk mencatat gejala-gejala khusus atau luar biasa menurut urutan kejadian, catatan dibuat segera setelah peristiwa terjadi. Pencatatan ini dilakukan terhadap bagaimana kejadiannya, bukan pendapat pencatat tentang kejadian tersebut.
Keuntungan :
 Catatan ini menggambarkan perilaku individu, biasanya dalam berbagai situasi yang berbeda, sehingga dapat menyumbangkan pemahaman yang lebih besar tentang kepribadian individu tersebut.
 Catatan tentang perilaku yang jelas akan menghasilkan pemahaman yang lebih tepat mengenai subyek, daripada generalisasi yang tidak jelas, terlalu luas, dan tidak dilengkapi bukti kuat.
 Catatan ini mendorong guru untuk tertarik dan mendapatkan informasi tentang individu.
Catatan ini melengkapi data kuantitatif dan memperkaya penafsiran perilaku.
Kelemahan :
 Catatan ini dapat berguna hanya jika penggambaran pengamatannya akurat dan komprehensif.
 Catatan ini bisa menciptakan masalah serius bagi personel sekolah berkaitan dengan undang-undang yaitu (Undang-Undang dan Privasi Pendidikan Keluarga 1974) yang diciptakan untuk melindungi hak privasi siswa. Pencatatan data tentang orang tua atau anak dapat berdampak sangat berbahaya.
 Beberapa kejadian yang dialami subyek sehari-hari cenderung menjadi bahan observasi dan dicatat. Kejadian ini menimbulkan kesan tentang subyek itu diluar proporsi kepentingannya.
 Pencatatan dan penggambaran perilaku yang tidak representative mungkin akan mempengaruhi perilaku individu yang lain.
 Catatan anecdotal banyak memakan waktu dalam penulisan dan pemrosesannya. Hal ini jelas menambah beban konselor, guru, dan petugas sekolah.
2) Catatan Berkala (Incidental Record)
Pencatatan berkala walaupun dilakukan berurutan menurut waktu munculnya suatu gejala tetapi tidak dilakukan terus menerus, melainkan pada waktu tertentu dan terbatas pula pada jangka waktu yang telah ditetapkan untuk tiap-tiap kali pengamatan.
3) Daftar Chek (Check List )
Penataan data dilakukan dengan menggunakan sebuah daftar yang memuat nama observer dan jenis gejala yang diamati.
4) Skala Penilaian (Rating Scale)
Pencatatan data dengan alat ini dilakukan seperti chek list. Perbedaannya terletak pada kategorisasi gejala yang dicatat. Dalam rating scale tidak hanya terdapat nama objek yang diobservasi dan gejala yang akan diselidiki akan tetapi tercantum kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan atau jenjang setiap gejal tersebut.
Keuntungan :
Kelebihan skala pengukuran adalah karena merupakan alat perhitungan observasi dan merupakan alat yang bagi pengamat dapat digunakan untuk menilai individu yang sama, dengan demikian akan memperbesar reliabilitas penilaian. Penilaian yang sama dari beberapa penilai, asalkan mereka memiliki pengetahuan yang sama tentang individu yang sedang dinilai, biasanya hasilnya lebih baik daripada penilaian yang hanya dilakukan satu orang.
Kelemahan:
Kesalahan bias personal, efek halo, kecenderungan sentral, dan kesalahan logis. Karena skala penilaian telah digunakan secara luas selama bertahun-tahun, kekurangan itu cukup dikenal oleh mereka yang merancang dan menggunakannya. Namun, jenis-jenis kesalahan itu bisa saja terjadi dengan berbagai bentuk berdasarkan observasi yang dilakukan.
5) Peralatan Mekanis (Mechanical Device)
Pencatatan dengan alat ini tidak dilakukan pada saat observasi berlangsung, karena sebagian atau seluruh peristiwa direkan dengan alat elektronik sesuai dengan keperluan.
b. Angket Tertulis
Alat ini memuat sejumlah item atau pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa secara tertulis juga. Dengan mengisi angket ini siswa memberikan keterangan tentang sejumlah hal yang relevan bagi keperluan bimbingan, seperti keterangan tentang keluarga, kesehatan jasmani, riwayat pendidikan, pengalaman belajar sekolah dan dirumah, pergaulan social, rencana pendidikan lanjutan, kegiatan diluar sekolah, hobi dan mungkin kesukaran yang mungkin dihadapi. Keunggulannya adalah:
 Dalam waktu singkat diperoleh banyak keterangan.
 Pengisiannya dapat dilakukan dikelas, siswa dapat menjawab sesuai dengan keadaannya tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
Kelemahannya adalah:
 Siswa tidak dapat memberikan keterangan lebih lanjut karena jawaban terbatas pada hal-hal yang ditanyakan.
 Siswa dapat menjawab tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya jika dia menghendaki demikian.
 Jawaban hanya mengungkap keadaan siswa pada saat angket diisi.
c. Wawancara Informasi
Wawancara informasi merupakan salah satu metode pengumpulan data untuk memperoleh data dan informasi dari siswa secara lisan. Proses wawancara dilakukan dengan cara tatap muka secara langsung dengan siswa. Selama proses wawancara petugas bimbingan mengajukan pertanyaan, meminta penjelasan dan jawaban dari pertanyaan yang diberikan dan membuat catatan mengenai hal-hal yang diungkapkan kepadanya.
Keunggulan :
 Diperoleh informasi dalam suasana komunikasi secara langsung, yang memungkinkan siswa selain memberikan data factual seperti yang ditulis dalan angket, juga mengungkapkan sikap, pikiran, harapan, dan perasaan.
 Rumusan pertanyaan dapat disesuaikan dengan daya tangkap siswa.
Dapat ditanyakan hal-hal yang bersifat sensitive, seperti suasana keluarga, corak pergaulan dengan saudara kandung dan teman sebaya, penggunaan bahan narkotika, pengalaman seksual, dsb.
 Interview penting untuk memperoleh informasi, tidak hanya merngenai item-item yang factual seperti yang biasa tercakup pada kuesioner pengumpul data-siswa, namun juga mengenai sikap, ambisi dan hal afektif lain yang menyusun studi kasus ini.
 Fact-Finding interview dapat digunakan karena data sebelumnya tidak jelas atau karena perasaan yang mendasari perlu ditemukan dan dipahami.
Kelemahannya adalah :
 Memakan banyak waktu bagi petugas bimbingan.
 Siswa berprasangka terhadap petugas bimbingan dan memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan.
 Petugas bimbingan mendengarkan terlalu selektif atau bertanya-tanya dengan cara yang sugestif.
 pembuatan catatan memberikan kesan kepada siswa bahwa dia sedang berhadapan dengan petugas kepolisian.
 Interview mungkin mengubah informasi mengenai interview mereka sendiri, reaksi mereka, dan pengalaman mereka. Interview dapat menjadikan sumber kesalahan. Mereka dapat mencatat informasi karena “pendengaran yang selektif”. Mungkin mereka hanya gagal mendengarkan pernyataan interviewee yang bertentangan dengan opini,reaksi, sikap atau ide tentang situasi mereka sendiri.
d. Otobiografi
Otobiografi merupakan karangan yang dibuat oleh siswa mengenai riwayat hidupnya sampai pada saat sekarang. Riwayat hidup itu dapat mencakup keseluruhan hidupnya dimasa lamoau atau hanya beberapa aspek kehidupannya saja.
Keunggulan :
 Disamping menceritakan kejadian-kejadian dimasa lalu terungkap pula pikiran dan perasaan subjektif tentang kejadian tersebut.
 Menolong Konselor memahami kehidupan batin siswa dan membantu siswa menyadari garis besar riwayat perkembangannya sampai sekarang.
 Berunsur subjektifitas sehingga siswa menggambarkan duniaini, dilihat dari sudut pandang sendiri (internal frame of reference).
Kelemahan :
 Unsur sujektifitas juga menimbulkan kesulitan bagi interpretasi, karena siswa cenderung melebihkan-lebihkan kebaikan atau kelemahan sendiri dan menilai peranan orang lain secara berat sebelah.
 Memerlukan waktu yang lama,
e. Sosiometri
Sosiometri merupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang jaringan social dalam suatu kelompok, yang berukuran kecil antara 10-50 orang, data diambil berdasarkan preferensi pribadi antara anggota kelompok.
Keunggulan :
Mungkin kelebihan terbesar teknik sosiometri adalah teknik ini memberikan informasi obyektif mengenai fungsi-fungsi individu dalam kelompoknya, dimana informasi ini tidak dapat diperoleh dari sumber yang lain.
Kelemahan :
 Perlu diketahui bahwa tes sosiometri, tidak memberikan jawaban yang pasti. Tes ini hanya bisa memberikan indikasi struktur social atau petunjuk bagi peneliti tentang individu pada periode tertentu.
 Seluruh teori sosiometri atau postulatnya belum dites dan dikembangkan sampai pada tingkat yang tak tersangkal kebenarannya.
 Siswa cenderung memilih bukan atas dasar pertimbangan dengan siapa dia akan paling berhasil dalam melakukan kegiatan (sosiogroup) melainkan atas dasar simpati dan antipati (psychogroup

DESAIN PENELITIAN

PERTEMUAN 6
DESAIN PENELITIAN

Dalam melakukan penelitian salah satu hal yang penting ialah membuat desain penelitian. Desain penelitian bagaikan sebuah peta jalan bagi peneliti yang menuntun serta menentukan arah berlangsungnya proses penelitian secara benar dan tepat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa desain yang benar seorang peneliti tidak akan dapat melakukan penelitian dengan baik karena yang bersangkutan tidak mempunyai pedoman arah yang jelas.
Agar tercapai pembuatan desain yang benar, maka peneliti perlu menghindari sumber potensial kesalahan dalam proses penelitian secara keseluruhan. Kesalahan-kesalahan tersebut ialah:
1. Kesalahan Dalam Perencanaan
Kesalahan dalam perencanaan dapat terjadi saat peneliti membuat kesalahan dalam menyusun desain yang akan digunakan untuk mengumpulkan informasi. Kesalahan ini dapat terjadi pula bila peneliti salah dalam merumuskan masalah. Kesalahan dalam merumuskan masalah akan menghasilkan infromasi yang tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sedang diteliti. Cara mengatasi kesalahan ini ialah mengembangkan proposal yang baik dan benar yang secara jelas menspesifikasikan metode dan nilai tambah penelitian yang akan dijalankan.
2. Kesalahan Dalam Pengumpulan Data
Kesalahan dalam pengumpulan data terjadi pada saat peneliti melakukan kesalahan dalam proses pengumpulan data di lapangan. Kesalahan ini dapat memperbesar tingkat kesalahan yang sudah terjadi dikarenakan perencanaan yang tidak matang. Untuk menghindari hal tersebut data yang dikoleksi harus merupakan represntasi dari populasi yang sedang diteliti dan metode pengumpulan datanya harus dapat menghasilkan data yang akurat. Cara mengatasi kesalahan ini ialah kehati-hatian dan ketepatan dalam menjalankan desain penelitian yang sudah dirancang dalam proposal.
3. Kesalahan Dalam Melakukan Analisa
Kesalahan dalam melakukan analisa dapat terjadi pada saat peneliti salah dalam memilih cara menganalisa data. Selanjutnya, kesalahan ini disebabkan pula adanya kesalahan dalam memilih teknik analisa yang sesuai dengan masalah dan data yang tersedia. Cara mengatasi masalah ini ialah buatlah justifikasi prosedur analisa yang digunakan untuk menyimpulkan dan memanipulasi data.
4. Kesalahan Dalam Pelaporan
Kesalahan dalam pelaporan terjadi jika peneliti membuat kesalahan dalam menginterprestasikan hasil-hasil penelitian. Kesalahan seperti ini terjadi pada saat memberikan makna hubungan-hubungan dan angka-angka yang diidentifikasi dari tahap analisa data. Cara mengatasi kesalahan ini ialah hasil analisa data diperiksa oleh orang-orang yang benar-benar ahli dan menguasai masalah hasil penelitian tersebut.
Desain artinya rencana, tetapi apabila dikaji lebih lanjut kata itu dapat berarti pula pola, potongan, bentuk, model, tujuan dna maksud (Echols dan Hassan Shadily, 1976:177), Desain Penelitian menurut William M.K. Trochim (2006) “Research design can be thought of as the structure of research -- it is the "glue" that holds all of the elements in a research project together.” Sedangkan Lincoln dan Guba (1985:226) mendefinisikan rancangan penelitian sebagi usaha merencanakan kemungkinan-kemungkinan tertentu secara luas tanpa menunjukkan secara pasti apa yang akan dikerjakan dalam hubungan dengan unsur masing-masing.
Desain penelitian menurut Mc Millan dalam Ibnu Hadjar (1999:102) adalah rencana dan struktur penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh bukti-bukti empiris dalam menjawab pertanyaan penelitian.
Desain penelitian adalah semua proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian.
1) Desain dalam merencanakan penelitian
Desain dalam perencanaan penelitian bertujuan untuk melaksanakan penelitian, sehingga dapat diperoleh suatu logika, baik dalam pengujian hipotesa maupun dalam membuat kesimpulan. Desain rencana penelitian yang baik akan dapat menterjemahkan model-model ilmiah ke dalam operasional penelitian secara praktis
2) Desain pelaksanaan penelitian
Meliputi proses membuat percobaan ataupun pengamatan serta memilih pengukuran-pengukuran variabel, memilih prosedur dan teknik sampling, alat-alat untuk mengumpulkan data kemudian membuat coding, editing dan memproses data yang dikumpulkan, termasuk juga proses analisa data serta membuat laporan.

a) Desain sampel
Desain sampel yang akan digunakan dalam operasional penelitian amat tergantung dari pandangan efisiensi, yaitu :
 Mendefinisikan populasi
 Menentukan besarnya sampel
 Menentukan sampel yang representatif
b) Desain alat ( Instrumen )
Yang dimaksud dengan alam disini adalah alat untuk mengumpulkan data. Desain terhadap alat untuk mengumpulkan data sangat menentukan dalam pengujian hipotesa. Alat yang digunakan dapat sangat berstruktur (check list dari kuesioner), kurang berstruktur (interview guide), ataupun suatu outline biasa di dalam mencatat pengamatan langsung.
c) Desain analisa
Dalam desain analisa, maka diperlukan alat-alat yang digunakan untuk membantu analisa. Penggunaan statistik yang tepat yang sesuai dengan keperluan analisa harus dipilih sebaik-baiknya.
Dalam penelitian eksperimental, desain penelitian disebut desain eksperimental. Desain eksperimen dirancang sedemikian rupa guna meningkatkan validitas internal maupun eksternal.
Suharsimi Arikunto (1998:85-88) mengkategorikan desain eksperimen murni menjadi 8 yaitu control group pre-test post test, random terhadap subjek, pasangan terhadap subjek, random pre test post test , random terhadap subjek dengan pre test kelompok kontrol post test kelompok eksperimen, tiga kelompok eksperimen dan kontrol, empat kelompok dengan 3 kelompok kontrol, dan desain waktu.
Sutrisno Hadi (1982:441) mengkategorikan desain eksperimen menjadi enam yaitu simple randomaized, treatment by levels desaigns, treatments by subjects desaigns, random replications desaigns, factorial designs, dan groups within treatment designs. Sedangkan Ibnu Hadjar (1999:327) membedakan desain penelitian eksperimen murni menjadi dua yaitu pre test post test kelompok kontrol dan post tes kelompok kontrol.
Dalam penelitian eksperimen murni, desain penelitian yang populer digunakan adalah sebagai berikut:
a) Control Group Post test only design atau post tes kelompok control
Desain ini subjek ditempatkan secara random kedalam kelompok-kelompok dan diekspose sebagai variabel independen diberi post test. Nilai-nilai post test kemudian dibandingkan untuk menentukan keefektifan tretment.
Desain ini cocok untuk digunakan bila pre test tidak mungkin dilaksanakan atau pre tes mempunyai kemungkinan untuk berpengaruh pada perlakuan eksperimen. Desain ini akan lebih cocok dalam eksperimen yang berkaitan dengan pembentukan sikap karena dalam eksperimen demikian akan berpengaruh pada perlakuan.
b) Pre test post test control group design atau pre tes post tes kelompok control
Desain ini melibatkan dua kelompok subjek, satu diberi perlakuan eksperimental (kelompok eksperimen) dan yang lain tidak diberi apa-apa (kelompok kontrol).
Berdasarkan desain penelitian yang disusun, penelitian kualitatif dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1) Desain penelitian kualitatif non standar
Desain penelitian dalam paradigma positivistik kuantitatif bersifat terstandar, artinya ada aturan yang sama yang harus dipenuhi oleh peneliti untuk mengadakan penelitian dalam bidang apapun juga. Pelaksanaan penelitian dimulai dari adanya masalah, membatasi obyek penelitian, mencari teori dan hasil penelitian yang relevan, mendesain metode penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data, membuat kesimpulan, ada yang menambah dengan implikasi, saran dan atau rekomendasi. Sebelum data diolah, perlu diuji terlebih dulu validitas dan reliabilitasnya, baik dari segi konstrak teori, isi maupun empiriknya. Sistematika penulisan sudah terstandar, yaitu:
 Bab I. Pendahuluan (latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan/batasan masalah, dst.).
 Bab II. Kajian teori atau kajian pustaka (kajian teori yang sesuai dengan masalah yang diteliti, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, hipotesis/pertanyaan penelitian).
 Bab III. Metode penelitian (Desain, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, instrumen dan teknik analisis data).
 Bab IV. Hasil penelitian.
 Bab V. Kesimpulan (ada yang menambah, implikasi, keterbatasan penelitian dan saran).Desain penelitian kualitatif non standar sebetulnya menggunakan standar seperti kuantitatif tetapi bersifat flesibel (tidak kaku).
Dengan kata lain model ini merupakan modifikasi dari model penelitian paradigma positivistik kuantitatif dengan menyederhanakan sistematika ataupun menyatukan bebarapa bagian dalam bab yang sama, misalnya memasukkan metode penelitian dalam bab I .
Desain penelitian kualitatif non standar ini digunakan untuk penelitian kualitatif dalam paradigma positivistik dan penelitian kualitatif dalam paradigma bahasa.
2) Desain penelitian kualitatif tentative
Model ini sama sekali berbeda dari model-model di atas. Desain penelitian terstandar dan non standar disusun sebelum peneliti terjun ke lapangan dan dijadikan sebagai acuan dalam mengadakan penelitian, sedangkan desain penelitian tentatif disusun sebelum ke lapangan juga tetapi setelah peneliti memasuki lapangan penelitian, desain penelitian dapat berubah-ubah untuk menyesuaikan dengan kondisi realitas lapangan yang dihadapi. Acuan pelaksanaan penelitian tidak sepenuhnya tergantung pada desain yang telah disusun sebelumnya, tetapi lebih memperhatikan kondisi realitas yang dihadapi.
Dalam desain penelitian terstandar maupun non standar dapat dibakukan dengan istilah-istilah: masalah, kerangka teori, metode penelitian, analisis dan kesimpulan dan lainnya. Model tentatif menggunakan dasar sistematika yang berbeda. Sistematika model ini unit-unitnya atau bab-babnya disesuaikan dengan sistematika substantif obyeknya.
Secara garis besar ada dua macam tipe desain, yaitu: Desain Ex Post Facto dan Desain Eskperimental. Faktor-faktor yang membedakan kedua desain ini ialah pada desain pertama tidak terjadi manipulasi varaibel bebas sedang pada desain yang kedua terdapat adanya manipulasi variable bebas. Tujuan utama penggunaan desain yang pertama ialah bersifat eksplorasi dan deskriptif; sedang desain kedua bersifat eksplanatori (sebab akibat). Jika dilihat dari sisi tingkat pemahaman permasalahan yang diteliti, maka desain ex post facto menghasilkan tingkat pemahaman persoalan yang dikaji pada tataran permukaan sedang desain eksperimental dapat menghasilkan tingkat pemahaman yang lebih mendalam. Kedua desain utama tersebut mempunyai sub-sub desain yang lebih khusus. Yang termasuk dalam kategori pertama ialah studi lapangan dan survei. Sedang yang termasuk dalam kategori kedua ialah percobaan di lapangan (field experiment) dan percobaan di laboratorium (laboratory experiment)
1. Sub Desain Ex post Facto
a. Studi Lapangan
Studi lapangan merupakan desain penelitian yang mengkombinasikan antara pencarian literature (Literature Study), survei berdasarkan pengalaman dan / atau studi kasus dimana peneliti berusaha mengidentifikasi variable-variabel penting dan hubungan antar variable tersebut dalam suatu situasi permasalahan tertentu. Studi lapangan umumnya digunakan sebagai sarana penelitian lebih lanjut dan mendalam.
b. Survei
Desain survei tergantung pada penggunaan jenis kuesioner. Survei memerlukan populasi yang besar jika peneliti menginginkan hasilnya mencerminkan kondisi nyata. Semakin samplenya besar, survei semakin memberikan hasil yang lebih akurat. Dengan survei seorang peneliti dapat mengukap masalah yang banyak, meski hanya sebatas dipermukaan. Sekalipun demikian, survei bermanfaat jika peneliti menginginkan informasi yang banyak dan beraneka ragam. Metode survei sangat popular karena banyak digunakan dalam penelitian bisnis. Keunggulan survei yang lain ialah mudah melaksanakan dan dapat dilakukan secara cepat.
2. Sub Desain Desain Eksperimental
a. Eksperimen Lapangan
Desain eksperimen lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan latar yang realistic dimana peneliti melakukan campur tangan dan melakukan manipulasi terhadap variabel bebas.
b. Eksperimen Laboratorium
Desain eksperimen laboratorium menggunakan latar tiruan dalam melakukan penelitiannya. Dengan menggunakan desain ini, peneliti melakukan campur tangan dan manipulasi variable-variabel bebas serta memungkinkan penliti melakukan kontrol terhadap aspek-aspek kesalahan utama.
c. Desain Spesifik Ex Post Facto dan Eksperimental
Sebelum membicarakan desain spesifik Ex Post facto dan eksperimental, system notasi yang digunakan perlu diketahui terlebih dahulu. Sistem notasi tersebut adalah sebagai berikut:
X : Digunakan untuk mewakili pemaparan (exposure) suatu kelompok yang diuji terhadap suatu perlakuan eksperimental pada variable bebas yang kemudian efek pada variable tergantungnya akan diukur.
O : Menunjukkan adanya suatu pengukuran atau observasi terhadap variable tergantung yang sedang diteliti pada individu, kelompok atau obyek tertentu.
R : Menunjukkan bahwa individu atau kelompok telah dipilih dan ditentukan secara random untuk tujuan-tujuan studi.

PENARIKAN SAMPEL

PERTEMUAN 5
PENARIKAN SAMPEL

Dalam penelitian kuantitatif, populasi dan sampel penelitian sangat diperlukan. Populasi adalah wilayah generasli yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditentukan oleh penbeliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagaian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Makin besar jumlah sampel mendekati populasi, maka peluang kesalahan generalisasi semakin kecil, dan begitu juga sebaliknya.
Dalam menetapkan besar kecilnya sampel, tidaklah ada suatu ketetapan yang mutlak, artinya tidak ada ketentuan berapa persen suatu sampel harus diambil. Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah keadaan homogenitas dan heterogenitas populasi. Jika keadaan populasi homogen, jumlah sampel hampir-hampir tidak menjadi persoalan, sebaliknya jika keadaan populasi heterogen, maka pertimbangan pengambilan sampel harus memperhatikan dua hal, yaitu (1) harus diseleidiki kategori-kategori heterogenitas dan (2) besarnya populasi.
Langkah-langkah dalam penarikan sampel adalah penetapan ciri-ciri populasi yang menjadi sasaran dan akan diwakili oleh sampel di dalam penyelidikan. Penarikan sampel dari penelitian tidak lain memiliki tujuan untuk memperoleh informasi mengenai populasi tersebut. Oleh karena itu, penarikan sampel sangat diperlukan dalam penelitian.
Terdapat beberapa jenis desain sampling dalam penelitian. Jenis pertama desain sampling adalah probality sampling. Jenis sampling ini ada beberapa, yaitu (1) acak sederhana (sampling random sampling), yaitu acak jenis ini adalah acak yang paling dikenal oleh banyak orang dalam pencarian sampel, (2)rancangan acak berstrata (stratified random sampling) yaitu apabila populasi terdiri dari sejumlah sub-kelompok atau lapisan yang mungjin memiliki ciri yang berbeda acapkali diperlukan suatu bentuk penarikan sampel yang disebut penarikan berlapis, (3) rancangan klaster (claster sampling), yaitu mendaftar semua anggota populasi sasaran dan kemudian memilih sampel diantaranya, dan (4) rancangan sistematis (systematic sampling), yaitu penarikan sampel dengan cara mengambil setiap kasus yang kesekian dari daftar populasi.


Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Penarikan sampel membutuhkan perhatian pada seluruh tahapan kegiatan; pelaksanaan yang buruk pada tahap tertentu dapat menyebabkan gagalnya suatu survey walaupun pekerjaan lainnya dilakukan dengan baik.
Tujuan dari penerikan sampel adalah untuk membuat penarikan sampel lebih efesien. Teori penarikan sampel mencoba untuk mengembangkan metide pemilihan sampel dan metode perkiraan, pada biaya yang sekecil mungkin, dan perkiraan yang cukup teliti untuk tujuan tertentu. Prinsip ketelitian tertentu pada biaya yang minimum akan dibahas dalam penyajian teorinya.
Teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompkkan menjadi dua yaitu probability sampling dan Non probability sampling, antara lain sebagai berikut:
1. Probability Sampling
a. Probability sampling adalah teknik sampling yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi:
Simple Random Sampling. Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan sampel anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen.
b. Proportionate Stratified Random Sampling.
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen atau berstrata secara proporsional. Suatu organisasi yang mempunyai pegawai dengan latar belakang pendidikan yang berbeda, maka populasi pegawai itu berstrata.
c. Disproportionate Stratified Random Sampling.
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional. Misalnya pegawai dari PT tertentu mempunyai; 3 orang lulusan S3, 4 orang lulusan S2, 90 orang lulusan S1, 800 orang lulusan SMA, 700 orang lulusan SMP, maka 3 orang lulusan S3 dan 4 orang lulusan S2 itu diambil semuanya sebagai sampel. Karena dua kelompok ini terlalu kecil dibandingkan dengan kelompok S1, SMA, SMP.
d. Cluster Sampling (Area Sampling).
Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, misal penduduk dari suatu negara, propinsi atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan.
Misalnya di Indonesia terdapat 33 propinsi, dan sampelnya akan menggunakan 10 propinsi, maka pengambilan 10 propinsi dilakukan secara random. Tetapi perlu diingat, karena propinsi-propinsi di Indonesia itu berstrata maka pengambilan sampelnya perlu menggunakan stratified random sampling. Teknik sampling daerah ini sering digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah, dan tahap kedua menentukan orang-orang yang ada pada daerah itu secara sampling juga (individu).
2. Nonprobability Sampling
Nonprobability sampling adalah teknik yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur/anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampling ini meliputi:
a) Sampling Sistematis.
Sampling sistematis adalah teknik penentuan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Misalnya anggota populasi yang anggota populasi yang terdiri dari 100 orang. Dari semua anggota itu diberi nomor urut, yaitu nomor 1 sampai dengan nomor 100. pengambilan sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja, genap saja atau kelipatan dari bilangan tertentu.
b) Sampling Kuota.
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.
c) Sampling Aksidental.
Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.
d) Sampling Purposive.
Sampling puposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Misalnya akan melakukan penelitian tentang disiplin pegawai, maka sampel yang dipilih adalah orang yang ahli dalam bidang kepegawaian saja.
e) Samplimg jenuh.
Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang. Istilah lain sampel ini adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.
f) Snowball Sampling.
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian sampel ini disuruh memilih teman-temannya untuk dijadikan sampel. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin banyak. Ibarat bola salju yang menggelinding, makin lama semakin besar.
Ada 5 cara pengambilan sampel yang termasuk secara random, yaitu sebagai berikut:
1) Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling).
Proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Jadi disini proses memilih sejumlah sampel n dari populasi N yang dilakukan secara random. Ada 2 cara yang dikenal yaitu menggunakan Cointoss atau Random Numbers. Bila jumlah populasi sedikit, bisa dilakukan dengan cara mengundi "Cointoss". Tetapi bila populasinya besar, perlu digunakan label "Random Numbers" yang prosedurnya adalah sebagai berikut:
 Misalnya populasi berjumlah 300 (N=300).
 Tentukan nomor setiap unit populasi (dari 1 s/d 300 = 3 digit/kolom).
 Tentukan besar sampel yang akan diambil. (Misalnya 75 atau 25 %)
 Tentukan skema penggunaan label random numbers. (misalnya dimulai dari 3 kolom pertama dan baris pertama) dengan menggunakan tabel random numbers, tentukan unit mana yang terpilih, sebesar sampel yang dibutuhkan, yaitu dengan mengurutkan angka-angka dalam 3 kolom pertama, dari atas ke bawah, setiap nomor ≤ 300, merupakan nomor sampel yang diambil (100, 175, 243, 101), bila ada nomor ≥ 300, tidak diambil sebagai sampel (N = 300). Jika pada lembar pertama jumlah sampel belum mencukupi, lanjutkan kelembaran berikutnya, dan seterusnya. Jika ada nomor yang serupa dijumpai, di ambil hanya satu, karena setiap orang hanya mempunyai 1 nomor identifikasi.

Keuntungan menggunakan cara penarikan sampel ini, bahwa Prosedur estimasi mudah dan sederhana. Sedangkan Kerugianya akan Membutuhkan daftar seluruh anggota populasi, Sampel mungkin tersebar pada daerah yang luas, sehingga biaya transportasi besar.
2) Sampel Random Sistematik (Systematic Random Sampling)
Proses pengambilan sampel, setiap urutan ke .K" dari titik awal yang dipilih secara random,
dimana: K = N (Jumlah anggota populasi)
n (jumlah anggota sampel)
Misalnya, setiap pasien yang ke tiga yang berobat ke suatu Rumah Sakit, diambil sebagai sampel (pasien No. 3,6,9,15) dan seterusnya. Cara ini dipergunakan Bila ada sedikit Stratifikasi Pada populasi.
Keuntungan Perencanaan dan penggunaanya mudah, Sampel tersebar di daerah populasi. Sedangkan Kerugianya Membutuhkan daftar populasi.
3) Sampel Random Berstrata (Stratified Random Sampling)
Populasi dibagi strata-strata, (sub populasi), kemudian pengambilan sampel dilakukan dalam setiap strata baik secara simple random sampling, maupun secara systematic random sampling. Misalnya kita meneliti keadaan gizi anak sekolah Taman Kanak-kanak di suatu kota (≥ 4-6 tahun). Karena kondisi Taman Kanak-kanak di kota tersebut sangat berbeda (heterogen) maka buatlah kriteria yang tertentu yang dapat mengelompokkan sekolah Taman Kanak-kanak ke dalam 3 kelompok (A = baik, B = sedang, C = kurang). Misalnya untuk Taman Kanak-Kanak dengan kondisi A ada : 20 buah dari 100 Taman Kanak-Kanak yang ada di kota tersebut, kondisi B = 50 buah C = 30 buah. Jika berdasarkan perhitungan besar sampel, kita ingin mengambil sebanyak 25 buah (25%), maka ambilah 25% dari masing-masing sub populasi tersebut di atas. Cara pengambilan sampel 5 Kelompok A, 12-13 Kelompok B, dan 7 . 8. Kelompok C adalah secara random karena sub populasi sudah homogen.
Keuntungan dengan cara ini Taksiran mengenai karakteristik populasi lebih tepat, namun Kerugianya Daftar populasi setiap strata diperlukan dan Jika daerah geografisnya luas, biaya transportasi tinggi.


4) Sampel Random Berkelompok (Cluster Sampling)
Pengambilan sampel dilakukan terhadap sampling unit, dimana sampling unitnya terdiri dari satu kelompok (cluster). Tiap item (individu) di dalam kelompok yang terpilih akan diambil sebagai sampel. Cara ini dipakai : bila populasi dapat dibagi dalam kelompok-kelompok dan setiap karakteristik yang dipelajari ada dalam setiap kelompok. Misalnya ingin meneliti gambaran karakteristik (umur, suku, pendidikan dan pekerjaan) orang tua mahasiswa sebuah perguruan tinggi. Mahasiswa dibagi dalam 6 tingkat (I s/d VI). Pilih secara random salah satu tingkat (misal tingkat II). Maka orang tua semua mahasiswa yang berada pada tingkat II diambil sebagai sampel (Cluster).
Keuntungannya tidak memerlukan daftar populasi. Biaya transportasi kurang. Kerugiannya Prosudur estimasinya relatif sulit.
5) Sampel Bertingkat (Multi Stage Sampling)
Proses pengambilan sampel dilakukan bertingkat, baik bertingkat dua maupun lebih. Misalnya: provinsi kabupaten Kecamatan desa Lingkungan KK. Misalnya kita ingin meneliti Berat badan dan Tinggi badan murid SMA. Sesuai kondisi dan perhitungan, maka jumlah sampel yang akan diambil ± 2000.
Cara ini dipergunakan bila Populasinya cukup homogen, Jumlah populasi sangat besar, Populasi menempati daerah yang sangat luas, Biaya penelitian kecil. Keuntungan menggunakan cara ini Biaya transportasi relatif sedikit, namun Kerugianya pada Prosedur estimasi yang sulit, Prosedur pengambilan sampel memerlukan perencanaan yang lebih cermat

HIPOTESIS PENELITIAN

PERTEMUAN 4
HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak bertentangan dengan hipotesis tersebut. Dalam upaya pembuktian hipotesis, peneliti dapat saja dengan sengaja menimbulkan/ menciptakan suatu gejala. Kesengajaan ini disebut percobaan atau eksperimen. Hipotesis yang telah teruji kebenarannya disebut teori.
Contoh:
Apabila terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang dapat saja menyimpulkan (menduga-duga) berdasarkan pengalamannya bahwa (karena langit mendung, maka...) sebentar lagi hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudia hujan benar turun, maka dugaan terbukti benar. Secara ilmiah, dugaan ini disebut hipotesis. Namun apabila ternyata tidak turun hujan, maka hipotesisnya dinyatakan keliru.
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani: hypo= di bawah;thesis = pendirian, pendapat yang ditegakkan, kepastian. Artinya, hipotesa merupakan sebuah istilah ilmiah yang digunakan dalam rangka kegiatan ilmiah yang mengikuti kaidah-kaidah berfikir biasa, secara sadar, teliti, dan terarah. Dalam penggunaannya sehari-hari hipotesa ini sering juga disebut dengan hipotesis, tidak ada perbedaan makna di dalamnya. Ketika berfikir untuk sehari-hari, orang sering menyebut hipotesis sebagai sebuah anggapan, perkiraan, dugaan, dan sebagainya. Hipotesis juga berarti sebuah pernyataan atau proposisi yang mengatakan bahwa diantara sejumlah fakta ada hubungan tertentu. Proposisi inilah yang akan membentuk proses terbentuknya sebuah hipotesis di dalam penelitian, salah satu diantaranya yaitu Penelitian sosial.
Terdapat tiga macam hipotesis
a. Hipotesis Deskriftif : dirumuskan untuk menentukan titik peluang, atau dirumuskan untuk menjawab pertanyaan taksiran/estimatif. Tidak membandingkan.
Contoh “Disiplin kerja pegawai Fak. Teknik UNTAG sangat tinggi” Yang menjadi estimasi pada contoh ini adalah : sangat tinggi
b. Hipotesis Komparatif : memberi jawaban terhadap permasalahan yang bersifat membedakan. Contoh “Ada perbedaan daya ikat antara Semen Tiga Roda dengan Semen Padang”
c. Hipotesis Asosiatif : memberi jawaban pada permasalahan yang bersifat hubungan.
Dalam hal ini menurut sifat hubungannya, ada tiga jenis hipotesis penelitian (Ha) :
1) Hipotesis hubungan simentris : Hubungan bersifat kebersamaan antara dua variabel atau lebih, tapi tidak menunjukkan sebab akibat.
Contoh ”Ada hubungan antara banyaknya mengikuti perkuliahan dengan nilai akhir mahasiswa”
2) Hipotesis hubungan sebab akibat (kausal) : menyatakan hubungan yang saling mempengaruhi antara dua variabel atau lebih.
Contoh ”Disiplin pegawai yang tinggi berpengaruh positif terhadap produktifitas kerja.”
3) Hipotesis hubungan interaktif : menyatakan hubungan antara dua variabel atau lebih bersifat saling mempengaruhi.
Contoh ”Terdapat pengaruh timbal balik antar kenaikan pangkat dengan tersedianya jabatan”
Selain dari itu ada juga yang berpendapat bahwa hipotesis di bedakan menjadi dua macam, yaitu :
1. Hipotesis Nol (null hypotheses)
Hipotesis nol sering juga disebut hipotesis statistik, karena biasanya dipakai dalam penelitian bersifat bersifat statistik, yaitu diuji dengan hitungan statistik.
2. Hipotesis kerja.
Hipotesis ini juga disebut dengan hipotesis alternatif yang disingkat dengan Ha. Hipotesis kerja menyatakan hubungan antara variabel variabel X dan variabel Y, atau adanya perbedaan antara dua kelompok.
Proses pembentukan hipotesis merupakan sebuah proses penalaran, yang melalui tahap-tahap tertentu. Hal demikian juga terjadi dalam pembuatan hipotesis ilmiah, yang dilakukan dengan sadar, teliti, dan terarah. Sehingga dapat dikatakan bahwa sebuah Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang langsung dapat diuji.
Hipotesis merupakan elemen penting dalam penelitian ilmiah, khususnya penelitian kuantitatif. Terdapat tiga alasan utama yang mendukung pandangan ini diantaranya:
1. Hipotesis dapat dikatakan sebagai piranti kerja teori. Hipotesis ini dapat dilihat dari teori yang digunakan untuk menjelaskan permasalahan yang akan diteliti. Misalnya, sebab dan akibat dari konflik dapat dijelaskan melalui teori mengenai konflik.
2. Hipotesis dapat diuji dan ditunjukkan kemungkinan benar atau tidak benar atau di falsifikasi.
3. Hipotesis adalah alat yang besar dayanya untuk memajukan pengetahuan karena membuat ilmuwan dapat keluar dari dirinya sendiri. Artinya, hipotesis disusun dan diuji untuk menunjukkan benar atau salahnya dengan cara terbebas dari nilai dan pendapat peneliti yang menyusun dan mengujinya.
Walaupun hipotesis penting sebagai arah dan pedoman kerja dalam penelitian, tidak semua penelitian mutlak harus memiliki hipotesis. Penggunaan hipotesis dalam suatu penelitian didasarkan pada masalah atau tujuan penelitian. Dalam masalah atau tujuan penelitian tampak apakah penelitian menggunakan hipotesis atau tidak. Contohnya yaitu Penelitian eksplorasi yang tujuannya untuk menggali dan mengumpulkan sebanyak mungkin data atau informasi tidak menggunakan hipotesis. Hal ini sama dengan penelitian deskriptif, ada yang berpendapat tidak menggunakan hipotesis sebab hanya membuat [[deskripsi atau mengukur secara cermat tentang fenomena yang diteliti, tetapi ada juga yang menganggap penelitian deskriptif dapat menggunakan hipotesis. Sedangkan, dalam penelitian penjelasan yang bertujuan menjelaskan hubungan antar-variabel adalah keharusan untuk menggunakan hipotesis.
Fungsi penting hipotesis di dalam penelitian, yaitu:
1. Untuk menguji teori,
2. Mendorong munculnya teori,
3. Menerangkan fenomena sosial,
4. Sebagai pedomanuntuk mengarahkan penelitian,
5. Memberikan kerangka untuk menyusun kesimpulan yang akan dihasilkan.
Satu hipotesis dapat diuji apabila hipotesis tersebut dirumuskan dengan benar. Kegagalan merumuskan hipotesis akan mengaburkan hasil penelitian. Meskipun hipotesis telah memenuhi syarat secara (proporsional), jika hipotesis tersebut masih abstrak bukan saja membingungkan prosedur penelitian, melainkan juga sukar diuji secara nyata.
Untuk dapat memformulasikan hipotesis yang baik dan benar, sedikitnya harus memiliki beberapa ciri-ciri pokok, yakni:
1. Hipotesis diturunkan dari suatu teori yang disusun untuk menjelaskan masalah dan dinyatakan dalam proposisi-proposisi. Oleh sebab itu, hipotesis merupakan jawaban atau dugaan sementara atas masalah yang dirumuskan atau searah dengan tujuan penelitian.
2. Hipotesis harus dinyatakan secara jelas, dalam istilah yang benar dan secara operasional. Aturan untuk, menguji satu hipotesis secara empiris adalah harus mendefinisikan secara operasional semua variabel dalam hipotesis dan diketahui secara pasti variabel independen dan variabel dependen.
3. Hipotesis menyatakan variasi nilai sehingga dapat diukur secara empiris dan memberikan gambaran mengenai fenomena yang diteliti. Untuk hipotesis deskriptif berarti hipotesis secara jelas menyatakan kondisi, ukuran, atau distribusi suatu variabel atau fenomenanya yang dinyatakan dalam nilai-nilai yang mempunyai makna.
4. Hipotesis harus bebas nilai. Artinya nilai-nilai yang dimiliki peneliti dan preferensi subyektivitas tidak memiliki tempat di dalam pendekatan ilmiah seperti halnya dalam hipotesis.
5. Hipotesis harus dapat diuji. Untuk itu, instrumen harus ada (atau dapat dikembangkan) yang akan menggambarkan ukuran yang valid dari variabel yang diliputi. Kemudian, hipotesis dapat diuji dengan metode yang tersedia yang dapat digunakan untuk mengujinya sebab peneliti dapat merumuskan hipotesis yang bersih, bebas nilai, dan spesifik, serta menemukan bahwa tidak ada metode penelitian untuk mengujinya. Oleh sebab itu, evaluasi hipotesis bergantung pada eksistensi metode-metode untuk mengujinya, baik metode observasi, pengumpulan data, analisis data, maupun generalisasi.
6. Hipotesis harus spesifik. Hipotesis harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan sebenarnya. Peneliti harus bersifat spesifik yang menunjuk kenyataan yang sebenarnya. Peneliti harus memiliki hubungan eksplisit yang diharapkan di antara variabel dalam istilah arah (seperti, positif dan negatif). Satu hipotesis menyatakan bahwa X berhubungan dengan Y adalah sangat umum. Hubungan antara X dan Y dapat positif atau negatif. Selanjutnya, hubungan tidak bebas dari waktu, ruang, atau unit analisis yang jelas. Jadi, hipotesis akan menekankan hubungan yang diharapkan di antara variabel, sebagaimana kondisi di bawah hubungan yang diharapkan untuk dijelaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, teori menjadi penting secara khusus dalam pembentukan hipotesis yang dapat diteliti karena dalam teori dijelaskan arah hubungan antara variabel yang akan dihipotesiskan.
7. Hipotesis harus menyatakan perbedaan atau hubungan antar-variabel. Satu hipotesis yang memuaskan adalah salah satu hubungan yang diharapkan di antara variabel dibuat secara eksplisit.
Tahap-tahap pembentukan hipotesa pada umumnya sebagai berikut:
1. Penentuan masalah
Dasar penalaran ilmiah ialah kekayaan pengetahuan ilmiah yang biasanya timbul karena sesuatu keadaan atau peristiwa yang terlihat tidak atau tidak dapat diterangkan berdasarkan hukum atau teori atau dalil-dalil ilmu yang sudah diketahui. Dasar penalaran pun sebaiknya dikerjakan dengan sadar dengan perumusan yang tepat. Dalam proses penalaran ilmiah tersebut, penentuan masalah mendapat bentuk perumusan masalah.
Hipotesis pendahuluan atau hipotesis preliminer (preliminary hypothesis). Dugaan atau anggapan sementara yang menjadi pangkal bertolak dari semua kegiatan. Ini digunakan juga dalam penalaran ilmiah. Tanpa hipotesa preliminer, observasi tidak akan terarah. Fakta yang terkumpul mungkin tidak akan dapat digunakan untuk menyimpulkan suatu konklusi, karena tidak relevan dengan masalah yang dihadapi. Karena tidak dirumuskan secara eksplisit, dalam penelitian, hipotesis priliminer dianggap bukan hipotesis keseluruhan penelitian, namun merupakan sebuah hipotesis yang hanya digunakan untuk melakukan uji coba sebelum penelitian sebenarnya dilaksanakan.
2. Pengumpulan fakta
Dalam penalaran ilmiah, diantara jumlah fakta yang besarnya tak terbatas itu hanya dipilih fakta-fakta yang relevan dengan hipotesa preliminer yang perumusannya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan memilih fakta.
3. Formulasi hipotesa
Pembentukan hipotesa dapat melalui ilham atau intuisi, dimana logika tidak dapat berkata apa-apa tentang hal ini. Hipotesa diciptakan saat terdapat hubungan tertentu diantara sejumlah fakta. Sebagai contoh sebuah anekdot yang jelas menggambarkan sifat penemuan dari hipotesa, diceritakan bahwa sebuah apel jatuh dari pohon ketika Newton tidur di bawahnya dan teringat olehnya bahwa semua benda pasti jatuh dan seketika itu pula dilihat hipotesanya, yang dikenal dengan hukum gravitasi.
4. Pengujian hipotesa
Artinya mencocokkan hipotesa dengan keadaan yang dapat diobservasidalam istilah ilmiah hal ini disebut verifikasi(pembenaran). Apabila hipotesa terbukti cocok dengan fakta maka disebut konfirmasi. Terjadi falsifikasi(penyalahan) jika usaha menemukan fakta dalam pengujian hipotesa tidak sesuai dengan hipotesa, dan bilamana usaha itu tidak berhasil, maka hipotesa tidak terbantah oleh fakta yang dinamakan koroborasi(corroboration). Hipotesa yang sering mendapat konfirmasi atau koroborasi dapat disebut teori.
5. Aplikasi/penerapan
Apabila hipotesa itu benar dan dapat diadakan menjadi ramalan (dalam istilah ilmiah disebut prediksi), dan ramalan itu harus terbukti cocok dengan fakta. Kemudian harus dapat diverifikasikan/koroborasikan dengan fakta.
Hipotesis ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif atas suatu masalah dan kemudian diuji secara empiris. Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini, diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti.
Pernyataan hubungan antara variabel, sebagaimana dirumuskan dalam hipotesis, merupakan hanya merupakan dugaan sementara atas suatu masalah yang didasarkan pada hubungan yang telah dijelaskan dalam kerangka teori yang digunakan untuk menjelaskan masalah penelitian. Sebab, teori yang tepat akan menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian. Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan dari teori.
Agar teori yang digunakan sebagai dasar penyusunan hipotesis dapat diamati dan diukur dalam kenyataan sebenarnya, teori tersebut harus dijabarkan ke dalam bentuk yang nyata yang dapat diamati dan diukur. Cara yang umum digunakan ialah melalui proses operasionalisasi, yaitu menurunkan tingkat keabstrakan suatu teori menjadi tingkat yang lebih konkret yang menunjuk fenomena empiris atau ke dalam bentuk proposisi yang dapat diamati atau dapat diukur. Proposisi yang dapat diukur atau diamati adalah proposisi yang menyatakan hubungan antar-variabel. Proposisi seperti inilah yang disebut sebagai hipotesis.
Jika teori merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-konsep (pada tingkat abstrak atau teoritis), hipotesis merupakan pernyataan yang menunjukkan hubungan antar-variabel (dalam tingkat yang konkret atau empiris). Hipotesis menghubungkan teori dengan realitas sehingga melalui hipotesis dimungkinkan dilakukan pengujian atas teori dan bahkan membantu pelaksanaan pengumpulan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian. Oleh sebab itu, hipotesis sering disebut sebagai pernyataan tentang teori dalam bentuk yang dapat diuji (statement of theory in testable form), atau kadang-kadanag hipotesis didefinisikan sebagai pernyataan tentatif tentang realitas (tentative statements about reality).
Oleh karena teori berhubungan dengan hipotesis, merumuskan hipotesis akan sulit jika tidak memiliki kerangka teori yang menjelaskan fenomena yang diteliti, tidak mengembangkan proposisi yang tegas tentang masalah penelitian, atau tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan teori yang ada. Kemudian, karena dasar penyusunan hipotesis yang reliabel dan dapat diuji adalah teori, tingkat ketepatan hipotesis dalam menduga, menjelaskan, memprediksi suatu fenomena atau peristiwa atau hubungan antara fenomena yang ditentukan oleh tingkat ketepatan atau kebenaran teori yang digunakan dan yang disusun dalam kerangka teoritis. Jadi, sumber hipotesis adalah teori sebagaimana disusun dalam kerangka teoritis. Karena itu, baik-buruknya suatu hipotesis bergantung pada keadaan relatif dari teori penelitian mengenai suatu fenomena sosial disebut hipotesis penelitian atau hipotesis kerja. Dengan kata lain, meskipun lebih sering terjadi bahwa penelitian berlangsung dari teori ke hipotesis (penelitian deduktif), kadang-kadang sebaliknya yang terjadi.

KONSEPTUALISASI MASALAH PENELITIAN

PERTEMUAN 3
KONSEPTUALISASI MASALAH PENELITIAN

A. Perumusan Masalah
Perumusan masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Perumusan masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, meliputi perumusan masalah deskriptif, apabila tidak menghubungkan antar fenomena dan perumusan masalah eksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh antara dua atau lebih fenomena.
Perumusan masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu:
1. Sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat dilakukan.
2. Sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini tidak berharga mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah setelah peneliti sampai di lapangan.
3. Sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data mana yang perlu dan data mana yang tidak perlu dapat dilakukan peneliti, karena melalui perumusan masalah peneliti menjadi tahu mengenai data yang bagaimana yang relevan dan data yang bagaimana yang tidak relevan bagi kegiatan penelitiannya.
4. Dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.
Ada tiga kriteria yang diharapkan dapat dipenuhi dalam perumusan masalah penelitian yaitu:
1. Berwujud kalimat tanya atau yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua atau lebih fenomena atau gejala di dalam kehidupan manusaia.
2. Bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori, dalam arti pemecahannya secara jelas, diharapkan akan dapat memberikan sumbangan teoritik yang berarti, baik sebagai pencipta teori-teori baru maupun sebagai pengembangan teori-teori yang sudah ada.
3. Hendaknya dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual, sehingga pemecahannya menawarkan implikasi kebijakan yang relevan pula, dan dapat diterapkan secara nyata bagi proses pemecahan masalah bagi kehidupan manusia.
Merumuskan masalah merupakan pekerjaan yang sulit bagi setiap peneliti. Dalam merumuskan masalah memerlukan pengetahuan yang luas dan terpadu mengenai teori-teori dan hasil-hasil penelitian dari para ahli terdahulu dalam bidang-bidang yang terkait dengan masalah yang akan diteliti. Sebelum merumuskan masalah, maka kita harus membuat konseptualisasi. Konseptualisasi adalah proses pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan, proses ini berjalan secara induktif. Konsep berada dalam bidang logika (teoritis) dan gejala berada dalam dunia empiris (faktual) Konsep bersifat abstrak, sedangkan gejala bersifat konkret. Memberikan konsep pada gejala itulah yang disebut dengan konseptualisasi.
Proses ini diawali dengan mengungkapkan permasalahan penelitian, latar belakangnya, perumusannya, dan signifikansinya. Masalah sebagai kesenjangan yang ada di antara kenyataan dan harapan perlu dirumuskan secara eksplisit. Masalah tersebut dapat ditangkap dari keluhan-keluhan yang ada dalam lingkungan sosial yang bersangkutan. Gejala-gejala khusus dari masalah ini diungkapkan secara jelas, untuk kemudian konsepnya dirumuskan secara operasional. Akhirnya, perlu juga diungkapkan mengapa masalah itu penting untuk diteliti, baik dari segi akademis maupun dari segi praktis. Dari segi kepentingan akademis, suatu penelitian bisa mengukuhkan teori yang ada, atau menyangkalnya, atau merevisinya. Sedangkan kepentingan praktis berhubungan dengan pentingnya penelitian itu dalam pengembangan program atau pekerjaan tertentu.
Konseptualisasi penelitian tidak hanya merumuskan masalah, tetapi juga mengungkapkan cara-cara tentang bagaimana masalah tersebut akan diteliti. Dengan demikian terdapat dua masalah pokok yang akan dijelaskan dalam konseptualisasi penelitian itu, yaitu penjelasan tentang khusus dalam perencanaan penelitian (research design).
Suatu masalah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek empiris dan aspek logis atau rasional. Masalah penelitian adalah suatu keadaan yang bersumber pada interaksi antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan sesuatu yang membingungkan dan oleh sebab itu memerlukan solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Masalah muncul karena adanya kesenjangan antara apa yang ada dan apa yang seharusnya, antara kenyataan yang ada dan apa yang diharapkan, dan antara teori dengan kenyataan. Masalah akan muncul apabila kita mampu menangkap kontradiktif pada interaksi satu atau dua antara komponen, yaitu konsep, pengalaman, dan data empiris. Pembagian masalah dilihat dari apa yang diharapkan terbagi dalam 3 kategori, yaitu:
1. Masalah filosofis, yaitu apabila gejala empirisnya tidak sesuai dengan pandangan hidup yang ada dalam masyarakat.
2. Masalah kebijakan, yaitu masalah yang tergolong dalam masalah kebijakan adalah perilaku-perilaku atau kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh si pembuat kebijakan.
3. Masalah ilmiah, yaitu kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan teori ilmu pengetahuan.
B. Variabel
Variabel Penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2007)
Secara Teoritis, para ahli telah mendefinisikan variabel sebagai berikut :
 Hatch & Farhady (1981)
Variabel didefinisikan sebagai Atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.
 Kerlinger (1973)
Variabel adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari.
Misalnya : tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status social, jenis kelamin, golongan gaji, produktifitas kerja, dll.
Variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values). Dengan demikian, Variabel itu merupakan suatu yang bervariasi.
 Kidder (1981)
Variabel adalah suatu kualitas qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya.
 Bhisma Murti (1996)
Variabel didefinisikan sebagai fenomena yang mempunyai variasi nilai. Variasi nilai itu bisa diukur secara kualitatif atau kuantitatif.
 Sudigdo Sastroasmoro
Variabel merupakan karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke subyek lainnya.
 Dr. Ahmad Watik Pratiknya (2007)
Variabel adalah Konsep yang mempunyai variabilitas. Sedangkan Konsep adalah penggambaran atau abstraksi dari suatu fenomena tertentu. Konsep yang berupa apapun, asal mempunyai ciri yang bervariasi, maka dapat disebut sebagai variable.
Dengan demikian, variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang bervariasi.
 Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2002)
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota – anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain.
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu.
Misalnya : umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dsb.
Berdasarkan pengertian – pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa definisi variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Ditinjau dari sifatnya, variable penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Variabel Statis
Variabel statis adalah variable yang tidak dapat diubah keberadaannya. Misalnya jenis kelamin, status social ekonomi, tempat tinggal dan lain-lain.
Apabila hasil penelitian menunjukkan sesuatu yang merupakan akibat dari variable-variabel tersebut, peneliti tidak mampu mengubah atau mengusulkan untuk mengubah variable dimaksud. Oleh karena itu, untuk mempermudah mengingatnya variable tersebut sering juga disebut variable tak berdaya.
2. Variabel dinamis
Variabel dinamis adalah variable yang dapat diubah keberadaannya berupa pengubahan , peningkatan, atau penurunan.
Contoh variable dinamis adalah kedisiplinan, motivasi kepedulian, pengaturan dan sebagainya. Apabila hasil penelitian menunjukkan sesuatu yang merupakan akibat dari variable-variabel tersebut, maka peneliti dapat mengubah atau mengusulkan untuk mengubahnya. Oleh karena itu, untuk mempermudah mengingatnya, variable ini disebut variable terubah.
Berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain, maka macam – macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi:
1. Variabel independen
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab atau berubahnya suatu variabel lain (variabel dependen). Juga sering disebut dengan variabel bebas, prediktor, stimulus, eksougen atau antecendent.
Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel Dependen (terikat). Dinamakan sebagai Variabel Bebas karena bebas dalam mempengaruhi variabel lain.
Contoh :

“Pengaruh Therapi Musik terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan…”

2. Variabel dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel lain (variabel bebas). Juga sering disebut variabel terikat, variabel respons atau endogen. Variabel inilah yang sebaiknya anda kupas dalam-dalam pada latar belakang penelitian. Berikan porsi yang lebih dalam membahas variabel terikat dari pada variabel bebasnya karena merupakan implikasi dari hasil penelitian.
3. Variabel Moderating
Variabel moderating adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sekali lagi, memperkuat atau memperlemah. Variabel moderating juga sering disebut sebagai variabel bebas kedua dan sering dipergunakan dalam analisis regresi linear, atau pada structural equation modeling. Sebagai contoh, hubungan ayah dan ibu akan semakin mesra dengan adanya anak. Jadi anak merupakan variabel moderating antara ayah dan ibu. Atau, selingkuhan merenggangkan hubungan ayah dan ibu, jadi selingkuhan merupakan variabel moderating antara ayah dan ibu.
4. Variabel intervening
Variabel intervening adalah variabel yang menjadi media pada suatu hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sebagai contoh, prestasi kerja pengaruh ibu terhadap ayah akan semakin kuat setelah berkeluarga. Jadi keluarga merupakan media bagi ibu dalam pengaruhnya terhadap ayah.
5. Variabel control
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan, atau dijadikan acuan bagi variabel yang lain. Misalnya variabel kecepatan menulis murid-murid suatu sekolah, yang diukur dan dibandingkan kecepatan menulis murid sekolah lain.
Pengukuran variabel adalah penting bagi setiap penelitian karena dengan pengukuran itu penelitian dapat menghubungan kosep yang abstrak dengan realitas. Pengukuran Variabel Penelitian dapat dikelompokkan menjadi 4 Skala Pengukuran, yaitu :
1. Skala Nominal
Skala nominal adalah suatu himpunan yang terdiri dari anggota – anggota yang mempunyai kesamaan tiap anggotanya, dan memiliki perbedaan dari anggota himpunan yang lain.
Misalnya :
 Jenis Kelamin : dapat dibedakan antara laki – laki dan perempuan
 Pekerjaan : dapat dibedakan petani, pegawai, pedagang
 Golongan Darah : dibedakan atas Gol. 0, A, B, AB
 Ras : dibedakan atas Mongoloid, Kaukasoid, Negroid.
 Suku Bangsa : dibedakan dalam suku Jawa, Sunda, Batak dsb.
Skala Nominal, Variasinya tidak menunjukkan Perurutan atau Kesinambungan, tiap variasi berdiri sendiri secara terpisah.
Dalam skala nominal tidak dapat dipastikan apakah kategori satu mempunyai derajat yang lebih tinggi atau lebih rendah dari kategori yang lain ataukah kategori itu lebih baik atau lebih buruk dari kategori yang lain.
2. Skala Ordinal
Skala Ordinal adalah skala variabel yang menunjukkan tingkatan – tingkatan.
Skala Ordinal adalah Himpunan yang beranggotakan menurut rangking, urutan, pangkat atau jabatan.
Skala Ordinal adalah Kategori yang dapat diurutkan atau diberi peringkat.
Skala Ordinal adalah Skala Data Kontinum yang batas satu variasi nilai ke variasi nilai yang lain tidak jelas, sehingga yang dapat dibandingkan hanyalah nilai tersebut lebih tinggi, sama atau lebih rendah daripada nilai yang lain.
Contoh :
 Tingkat Pendidikan : dikategorikan SD, SMP, SMA, PT
 Pendapatan : Tinggi, Sedang, Rendah
 Tingkat Keganasan Kanker : dikategorikan dalam Stadium I, II, dan III.
Hal ini dapat dikatakan bahwa : Stadium II lebih berat daripada Stadium I dan Stadium III lebih berat daripada Stadium II.
Tetapi kita tidak bisa menentukan secara pasti besarnya perbedaan keparahan itu.
 Sikap (yang diukur dengan Skala Linkert) : Setuju, Ragu – ragu, Tidak Setuju. Dsb.
3. Skala Interval
Skala Interval adalah skala data kontinum yang batas variasi nilai satu dengan yang lain jelas, sehingga jarak atau intervalnya dapat dibandingkan.
Dikatakan Skala Interval bila jarak atau perbedaan antara nilai pengamatan satu dengan nilai pengamatan lainnya dapat diketahui secara pasti.
Nilai variasi pada Skala Interval juga dapat dibandingkan seperti halnya pada skala ordinal (Lebih Besar, Sama, Lebih Kecil..dsb), tetapi nilai mutlaknya tidak dapat dibandingkan secara matematis. Oleh karena itu, batas – batas variasi nilai pada skala interval bersifat arbitrer (angka nol-nya tidak absolut).
Contoh :
 Temperature / Suhu Tubuh : sebagai skala interval, suhu 360Celcius jelas lebih panas daripada suhu 240Celcius. Tetapi tidak bisa dikatakan bahwa suhu 360Celcius 1½ kali lebih panas daripada suhu 240Celcius. Alasannya : Penentuan skala 00Celcius Tidak Absolut (=00Celcius tidak berarti Tidak Ada Suhu/Temperatur sama sekali).
 Tingkat Kecerdasan,
 Jarak, dsb.
4. Skala Ratio = Skala Perbandingan.
Skala ratio Adalah Skala yang disamping batas intervalnya jelas, juga variasi nilainya memunyai batas yang tegas dan mutlak ( mempunyai nilai nol absolut ).
Misalnya :
 Tinggi Badan sebagai Skala Ratio, tinggi badan 180 cm dapat dikatakan mempunyai selisih 60 Cm terhadap tinggi badan 120 Cm, hal ini juga dapat dikatakan bahwa tinggi badan 180 adalah 1½ kali dari tinggi badan 120 Cm.
 Denyut Nadi : Nilai 0 dalam denyut nadi dapat dikatakan Tidak Ada Sama Sekali denyut nadinya.
 Berat Badan
 dsb.
Dari uraian di atas jelas bahwa skala ratio, interval, ordinal dan nominal berturut – turut memiliki nilai kuantitatif dari yang Paling Rinci ke yang Kurang Rinci. Skala Ratio mempunyai sifat – sifat yang dimiliki Skala Interval, Ordinal dan Nominal. Skala Interval memiliki ciri – ciri yang dimiliki Skala Ordinal dan Nominal, sedangkan Skala Ordinal memiliki sifat yang dimiliki Skala Nominal.
Adanya perbedaan tingkat pengukuran memungkinkan terjadinya Transformasi Skala Ratio dan Interval menjadi Ordinal atau Nominal. Transformasi ini dikenal sebagai Data Reduction atau Data Collapsing. Hal ini dimaksudkan agar dapat menerapkan metode statistic tertentu, terutama yang menghendaki skala data dalam bentuk Ordinal atau Nominal.
Sebaliknya, Skala Ordinal dan Nominal tidak dapat diubah menjadi Interval atau Ratio. Skala Nominal yang diberi label 0, 1 atau 2 dikenal sebagai Dummy Variable (Variabel Rekayasa). Misalnya : Pemberian label 1 untuk laki – laki dan 2 untuk perempuan tidak mempunyai arti kuantitatif (tidak mempunyai nilai / hanya kode). Dengan demikian, perempuan tidak dapat dikatakan 1 lebih banyak dari laki – laki. Pemberian label tersebut dimaksudkan untuk mengubah kategori huruf (Alfabet) menjadi kategori Angka (Numerik), sehingga memudahkan analisis data. (Cara ini dijumpai dalam Uji Q Cochran pada Pengujian Hipotesis).

PENELITIAN SEBAGAI PROSES ILMIAH

PERTEMUAN 2
PENELITIAN SEBAGAI PROSES ILMIAH

A. Pilar-Pilar Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan terdiri dari dua pilar, yaitu logika atau rasionalitas dan pengamatan atau empiris, yang prosesnya itu dilakukan secara deduksi dan induksi, sistematis, terkendali, empiris, dan kritis. Ciri dari suatu ilmu adalah Science is sometimes characterized as logico-emprical. This ugly term carries an important massage: two pillars of science are (1) logic or rationality and (2) the observation of empirical facts (Babbie, 1992). Menurut Babbie, ilmu pengetahuan berdiri di atas dua pilar. Pilar pertama adalah logika atau rasionalitas, dan pilar kedua adalah pengamatan empiris. Oleh karenanya ciri ilmu pengetahuan adalah logic-empirical.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan melalui penalaran tersebut mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara dan prosedur tertentu. Penarikan kesimpulan dari proses berpikir dianggap valid bila proses berpikir tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan seperti ini disebut sebagai logika.
Logika dapat didefinisikan secara luas sebagai pengkajian untuk berpikir secara valid. Dalam penalaran ilmiah, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif berkaitan erat dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata yang sifatnya khusus dan telah diakui kebenarannya secara ilmiah menjadi sebuah kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif adalah penarikan kesimpulan yang diperoleh dari kasus yang sifatnya umum menjadi sebuah kesimpulan yang ruang lingkupnya lebih bersifat individual atau khusus.
Logika merupakan salah satu dasar atau landasan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Melalui kedua metode penalaran yang dikembangkan dalam metode ilmiah tersebut ilmu pengetahuan berkembang hingga sekarang ini. Fakta-fakta ilmiah yang telah terkumpul dijadikan landasan dan acuan guna mengembangkan pengetahuan baru berdasarkan fakta-fakta ilmiah sebelumnya. Hal ini begitu penting dan menjadi perhatian bahwa dalam menyusun sebuah karya ilmiah fakta ilmiah yang dijadikan landasan merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan. Dalam membuat hipotesis mengenai sesuatu yang kita kaji landasan fakta ilmiah memberikan arah yang memudahkan kita dalam mencapainya. Sedangkan kebenaran hipotesis yang kita buat dibuktikan menurut fakta empiris yang kita peroleh. Ilmu pengetahuan sulit berkembang tanpa landasan fakta ilmiah, sebagaimana yang terjadi di abad pertengahan yang di sebut sebagai The Dark Age karena berbagai hal terutama masalah rasial dan sikap tertutup terhadap fakta ilmiah.
Logika dan empiris merupakan dua pilar ilmu pengetahuan yang saling berhubungan. Jika terdapat suatu teori ilmu pengetahuan, maka pikiran kita berantisipasi pada kenyataan-kenyataan empiris di lapangan. Dengan kata lain, cara berpikir kita tidak verbal, tetapi praktis-deduktif. Sebaliknya, apabila kita berhadapan dengan peristiwa-peristiwa faktual dalam dunia empiris, maka pikiran kita tidak berhenti pada masalah-masalah praktis, tetapi terarah pada teori-teori yang pernah kita pelajari. Cara berpikir kita adalah teoritis-induktif. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan timbal balik antara teori dan peristiwa-peristiwa empiris. Teori dengan cara berpikir deduktif mengarahkan pada kenyataan empiris, dan kenyataan empiris dengan cara berpikir induktif mengarahkan kita pada teori. Hubungan timbal balik antara teori dan praktek, antara berpikir deduksi dan induksi, tidak boleh terputus, tetapi harus selalu dikembangkan.
Ilmu pengetahuan modern saat ini dibangun atas dasar dua pilar, pertama berdasarkan fakta ilmiah, dan kedua berdasarkan dugaan (hypothesa). Dapat dikatakan kebanyakan ilmu pengetahuan yang dibangun berdasarkan fakta ilmiah berkesesuaian dengan Al-Quran, meskipun tidak seluruhnya. Contohnya fakta ilmiah menyebutkan bahwa manusia mendirikan atap harus menggunakan tiang. Al-Quran menerangkan bahwa Allah SWT. membentangkan langit tanpa tiang. Fakta ilmiah menyebutkan sebuah benda agar dapat bergerak pada lintasan yang sama harus ada jalur khusus (seperti kereta api misalnya) atau sebuah benda agar dapat bergerak dalam lingkaran sempurna secara berulang-ulang memerlukan poros dan jari-jari. Sedangkan Allah mampu menggerakkan matahari, bumi dan bulan yang berada dalam kondisi bebas mengikuti garis edarnya. Evolusi bumi terhadap matahari setelah melakukan perjalanan selama setahun akan kembali pada posisi yang sama tanpa meleset 1 milimeterpun. Maka kita tahu jadwal shalat pada tanggal dan bulan yang sama setiap tahunnya akan kembali pada waktu yang sama dan tidak akan bergeser 1 detikpun sampai hari kiamat nanti.
Sedangkan ilmu pengetahuan yang dibangun atas dasar dugaan hampir seluruhnya bertentangan dengan Al-Quran. Contohnya tentang 2 hal yang telah disebutkan tadi, yaitu tentang asal usul manusia dan penciptaan alam semesta. Ilmu pengetahuan mengatakan bahwa asal usul manusia, sebagaimana yang diterangkan dalam teori evolusi Darwin, adalah berasal dari sejenis primata. Sampai saat ini teori inilah yang diterima menjadi satu-satunya penjelasan tentang asal-usul manusia, meskipun Darwin sendiri mengatakan masih ada satu mata rantai yang putus (missing link) tentang teorinya sehingga teori tersebut belum bisa dianggap shahih. Sedangkan Al-Quran menyatakan manusia pertama diciptakan Allah swt dari tanah. Dijelaskan dalam Al-Quran, yang artinya:
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak ” (Q.S Ar-Rum: 20)
B. Tahap-Tahap Dalam Proses Penelitian
Penelitian sebagai proses deduksi dan induksi dilakukan secara sistematis, ketat, analitis, dan terkendali. Terdapat 10 tahap yang harus dilalui secara sistematis dalam suatu penelitian empiris, yaitu:
1. Konseptualiasi Masalah
Koseptualisasi masalah merupakan proses penelitian ilmiah yang diawali dengan merumuskan pertanyaan penelitian yang di dalamnya terdapat pembahasan tentang masalah (substansi) yang dipertanyakan dan pertanyaan dasar serta cara menjawab pertanyaan itu (metodologi) yang dilakukan secara dengan teliti karena akan mempengaruhi kepada tahap-tahap berkutnya. Tahap ini merupakan tahap yang paling penting dalam penelitian, karena semua jalannya penelitian akan dituntun oleh perumusan masalah. Tanpa perumusan masalah yang jelas, maka peneliti akan kehilangan arah dalam melakukan penelitian.
2. Tujuan dan Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan yang dirumuskan sebagai jawaban (sementara) terhadap pertanyaan. Tujuan dan hipotesis inilah yang mengendalikan semua kegiatan penelitian. Perumusan hipotesa biasanya dibagai menjadi tiga tahapan: pertama, tentukan hipotesa penelitian yang didasari oleh asumsi penulis terhadap hubungan variabel yang sedang diteliti. Kedua, tentukan hipotesa operasional yang terdiri dari Hipotesa 0 (H0) dan Hipotesa 1 (H1). H0 bersifat netral dan H1 bersifat tidak netral. Perlu diketahui bahwa tidak semua penelitian memerlukan hipotesa, seperti misalnya penelitian deskriptif.
3. Kerangka Dasar Penelitian
Kerangka dasar disebut juga sebagai kerangka hipotesis karena di dalamnya mencakup konsep-konsep hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Dengan dirumuskannya secara operasional konsep-konsep dalam kerangka hipotesis itu, maka diperoleh kejelasan tentang data apa yang akan dikumpulkan untuk membuktikan hipotesis penelitian. Penyusunan kerangka berfikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengkait dan membentuk konstelasi permasalahan kerangka berfikir ini di susun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor- faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
4. Penarikan Sampel
Penarikan sampel merupakan tahap proses penelitian di mana data yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis itu dapat dikumpulkan dan membuat strategi yang digunakan untuk mengumpulkannya. Hasil dari proses penarikan sampel ini adalah suatu daftar responden sebagai sampel dari populasi penelitian.
Penentuan Responden yang diteliti Penelitian pada dasarnya dapat dilakukan dengan pencacahan lengkap, sampel survay atau studi kasus. Masing-masing mempunyai batas-batas penarikan kesimpulan tersendiri. Pada sampel survay hasil pengukuran sampel akan digeneralisasikan bagi populasinya sedang studi kasus kesimpulan hanya berlaku bagi kasusnya dan tidak dibenarkan menarik kesimpulan diluar kasus (lingkup yang lebih luas). Sedangkan pada penelitian sampel survei hendaknya dikemukakan/ ditetapkan populasi penelitian dan deskripsi karakteristiknya, besar sampel yang akan diambil dan bagaimana sampel tersebut ditarik (teknik pengambilan sampel). Pengutaraan teknik pengambilan sampel (stratifilasi, randomisasi, kerangka sampel, unit sampel, unit analisis) secara jelas akan memudahkan penilaian kerepresentatifan hasil penelitian.
5. Kontruksi Instrumen
Kontruksi instrumen merupakan tahap proses penelitian yang berhubungan dengan metode pengumpulan data dan alat-alat (instrument) yang digunakan untuk mengumpulkannya. Instrumen penelitiannya disusun sesuai dengan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data, seperti wawancara, daftar kuesioner, pedoman pengamatan, dan sebagainya.
6. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dalam rangka pembuktian hipotesis. Untuk itu perlu ditentukan metode pengumpulan data yang sesuai dengan setiap variabel, supaya diperoleh informasi yang valid dan dapat dipercaya. Pengumpulan data dilakukan terhadap responden yang menjadi sampel penelitian.
Insrumen pengumpulan data tersebut kemudian hendaknya dioperasikan dengan teknik-teknik tertentu misalnya wawancara dengan pedoman daftar pertanyaan atau schedule wawancara disebut “wawancara terstruktur”, observasi dan sebagainya. Selain itu sebutkan dan jelaskan sumber datanya yakni dari mana data tersebut dapat diperoleh (data primer dan atau data sekunder). Siapa yang menjadi respondennya hendaklah dijelaskan. Identifikasi responden perlu dibuat terlebih dahulu, demikian juga identifikasi populasi dan sampelnya. Jika menggunakan data sekunder harus disebutkan data sekunder apa dan dari mana diperoleh.
7. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dalam tiga tahap, yaitu editing (penyuntingan), coding (pemberian kode), dan menyusunnya dalam master sheet (table induk). Data yang dikumpulkan selanjutnya diklasifikasikan dan diorganisasikan secara sistematis serta diolah secara logis menurut rancangan penelitian yang telah ditetapkan. Pengolahan data diarahkan untuk memberi argumentasi atau penjelasan yang diajukan dalam penelitian, berdasarkan data atau fakta yang diperoleh. Apabila ada hipotesis, pengolahan data diarahkan untuk membenarkan atau menolak hipotesis. Dari data yang sudah terolah kadangkala dapat dibentuk hipotesis baru. Apabila ini terjadi maka siklus penelitian dapat dimulai lagi untuk membuktikan hipotesis baru.
8. Analisis Pendahuluan
Analisis data penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu analisis pendahuluan dan analisis lanjut. Analisis pendahuluan bersifat deskriptif dan terbatas pada data sampel. Maksud dari analisis ini adalah untuk mendeskripsikan setiap variabel pada sampel penelitian, dan untuk menentukan alat analisis yang akan dipakai pada analisis selanjutnya.
9. Analisis Lanjut
Analisis selanjutnya setelah analisis pendahuluan adalah analisis inferensial yang diarahkan pada pengujian hipotesis. Alat-alat analisis yang dipakai ini disesuaikan dengan hipotesis operasionalkan yang telah dirumuskan sebelumnya. Apabila hipotesis yang diuji hanya mencakup satu variable, maka dipergunakan Uni Variate Analysis. Apabila hipotesis mencakup dua variabel, maka dipergunakan Bivariate Analysis. Dan apabila mencakup lebih dari dua variabel, maka dipergunakan Multivariate Analysis.
10. Interpretasi
Interpretasi merupakan tahap di mana hasil analisis diinterpretasikan melalui proses pembahasan yang hasil penelitiannya itu dilaporkan dalam bentuk tertulis. Secara substansi proses penelitian tersebut terdiri dari aktivitas yang berurutan (Burhan Bungin; 2005), yaitu sebagai berikut :
a. Mengeksploitasi, perumusan, dan penentuan masalah yang akan diteliti. Penelitian kuantitatif dimulai dengan kegiatan menjajaki permasalahan yang akan menjadi pusat perhatian peneliti dan kemudian peneliti mendefinisikan serta menformulasikan masalah penelitian tersebut dengan jelas sehingga mudah dimengerti.
b. Mendesain model penelitian dan paramater penelitian. Setelah masalah penelitian diformulasikan maka peneliti mendesain rancangan penelitian, baik desain model maupun penentuan parameter penelitian, yang akan menuntun pelaksanaan penelitian mulai awal sampai akhir penelitian.
c. Mendesain instrumen pengumpulan data penelitian. Agar dapat melakukan pengumpulan data penelitian yag sesuai dengan tujuan penelitian, maka desain instrumen pengumpulan data menjadi alat perekam data yang sangat penting di lapangan.
d. Mengumpulkan data penelitian dari lapangan.
e. Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian. Data yang dikumpulkan dari lapangan diolah dan dianalisis untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan, yang diantaranya kesimpulan dari hasil pengujian hipotesis penelitian.
f. Mendesain laporan hasil penelitian. Pada tahap akhir, agar hasil penelitian dapat dibaca, dimengerti dan diketahui oleh masyarakat luas, maka hasil penelitian tersebut disusun dalam bentuk laporan hasil penelitian.
Menurut Hasan Suryono (1997) proses penelitian kuantitatif dengan ciri-ciri pokok sebagai berikut :
1) Cara samplingnya berlandaskan pada asas random.
2) Instrumen sudah dipersiapkan sebelumnya dan di lapangan tinggal pakai.
3) Jenis data yang diperoleh dengan instrumen-instrumen sebagian besar berupa angka atau yang diangkakan.
4) Teknik pengumpulan datanya memungkinkan diperoleh data dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatif singkat.
5) Teknik analisis yang dominan adalah teknik statistik.
6) Sifat dasar analisis penelitian deduktif dan sifat penyimpulan mengarah ke generalisasi.
Menurut Husein Umar (1999) langkah penelitian ilmiah dengan menggunakan proses penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut :
1) Mendefinisikan dan merumuskan masalah, yaitu masalah yang dihadapi harus dirumuskan dengan jelas, misalnya dengan 5 W dan 1 H (what, why, where, who, when dan how)
2) Studi Pustaka, mencari acuan teori yang relevan dengan permasalahan dan juga diperlukan jurnal atau penelitian yang relevan
3) Memformulasikanh hipotesis yang diajukan
4) Menentukan model, sebagai penyerderhanaan untuk dapat membayangkan kemungkinan setelah terdapat asumsi-asumsi
5) Mengumpulkan data, dengan menggunakan metode pengumpulan data yang sesuai dan terkait dengan metode pengambilan sampel yang digunakan
6) Mengolah dan menyajikan data, dengan menggunakan metode analisis data yang sesuai dengan tujuan dan sasaran penelitian
7) Menganalisa dan menginterprestasikan hasil pengolahan data (menguji hipotesis yang diajukan)
8) Membuat Generalisasi (kesimpulan) dan Rekomendasi (saran)
9) Membuat Laporan Akhir hasil penelitian

C. Komponen Informasi dan Komponen Metodologi
Dalam tahap-tahap proses penelitian terdapat tahap yang bersifat hasil temuan dengan tahap yang bersifat cara atau proses menemukan. Wallace membedakan kedua jenis sifat tersebut dalam dua macam komponen, yaitu komponen informasi sebagai hasil temuan dan komponen metodologi sebagai cara menemukannya. Terdapat 5 komponen informasi dalam tahap-tahap penelitian, yaitu:
1. Teori
2. Hipotesis
3. Pengamatan
4. Generalisasi empiris
5. Penerimaan atau penolakan hipotesis.

Informasi-informasi tersebut ditemukan melalui 6 komponen metodologi, yaitu:
1. Deduksi logis
2. Interpretasi hipotesis, instrumentasi, skala pengukuran, sampling
3. Penyederhanaan (dengan statistic, estimasi parameter)
4. Pembentukan teori dan proposisi
5. Pengujian hipotesis
6. Inferensial logis.
Jika kita mulai dengan mempermasalahkan suatu teori, maka dari teori tersebut kita menurunkan hipotesis. Cara menurunkan hipotesis dari teori itu dilakukan dengan deduksi logis. Selanjutnya, untuk membuktikan hipotesis dibutuhkan data sebagai hasil pengamatan. Informasi ini diperoleh dengan cara melakukan interpretasi terhadap hipotesis, menyusun instrumen, menarik sampel, dan menetapkan pengukuran variabel. Berdasarkan data hasil pengamatan ini ingin diketahui apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak, dan di pihak lain ingin diperoleh informasi berupa generalisasi empiris. Penerimaan atau penolakan hipotesis berdasarkan data pengamatan itu dilakukan dengan analisis uji hipotesis, dan dengan teknik estimasi parameter. Dari hasil uji hipotesis kemudian disimpulkan denga cara inferensial atau induksi logis. Di pihak lain, dari generalisasi empiris dibentuk konsep atau proposisi dengan cara pembentukan konsep, proposisi, dan teori.
Salah seorang pakar di bidang metode penelitian kuantitatif, Walter L. Wallace kemudian merumuskan siklus penelitian kuantitatif seperti berikut:
teori
Merumuskan konsep dan proposisi
Logika penarikan
Kesimpulan
Logika deduksi
Generalisasi
empiris
Menerima/ menolak
hipotesis
hipotesis
Uji hipotesis
Instrumentasi, penskalaan, sampling
Pengamatan
Pengukuran,
ringkasan
Sampel dan
parameter
Berdasarkan model penelitian di atas dapat diketahui bahwa siklus penelitian kuantitatif haruslah dimulai dengan teori dulu. Melalui logika deduktif, maka teori tersebut dapat dirumuskan menjadi hipotesis. Melalui proses intrumentasi, sampling dan penskalaan maka dapatlah dilakukan penelitian lapangan. Dari penelitian lapangan, maka dilakukan pengukuran, peringkasan sampel dan parameter maka dapatlah dirumuskan generalisasi empirisnya. Setelah itu dilakukan perumusan konsep dan melalui proses induksi maka akan menjadi teori lagi. Di dalam penelitian kuantitatif, maka dari teori akan menjadi teori lagi. Sehingga dalam hal yang menyangkut teori yang sangat general (grand theory), maka hampir-hampir tidak dapat dilakukan falsifikasi. Sejauh-jauhnya hanyalah verifikasi terhadap teori yang sudah ada. Di dalam dekade ini, maka hampir-hampir tidak ditemui lahirnya teori baru sebab sejauh penelitian yang dilakukan hanyalah untuk menguatkan teori yang sudah ada, atau memverifikasi teori yang sudah ada.

HAKIKAT ILMU DAN PENELITIAN

PERTEMUAN 1
HAKIKAT ILMU DAN PENELITIAN

A. Pengetahuan
Saat ini pembagian pengetahuan yang dianggap baku boleh dikatakan tidak ada yang memuaskan dan diterima semua pihak. Pembagian yang lazim dipakai dalam dunia keilmuan di Barat terbagi menjadi dua saja, sains (pengetahuan ilmiah) dan humaniora. Termasuk ke dalam sains adalah ilmu-ilmu alam (natural sciences) dan ilmu-ilmu sosial (social sciences), dengan cabang-cabangnya masing-masing. Termasuk ke dalam humaniora adalah segala pengetahuan selain itu, misalnya filsafat, agama, seni, bahasa, dan sejarah.
Penempatan beberapa jenis pengetahuan ke dalam kelompok besar humaniora sebenarnya menyisakan banyak kerancuan karena besarnya perbedaan di antara pengetahuan-pengetahuan itu, baik dari segi ontologi, epistemologi, maupun aksiologi. Kesamaannya barangkali terletak pada perbedaannya, atau barangkali sekadar pada fakta bahwa pengetahuan-pengetahuan humaniora itu tidak dapat digolongkan sebagai sains. Humaniora itu sendiri, pengindonesiaan yang tidak persis dari kata Inggris humanities, berarti (segala pengetahuan yang) berkaitan dengan atau perihal kemanusiaan. Tetapi kalau demikian, maka ilmu-ilmu sosial pun layak dimasukkan ke dalam humaniora karena sama-sama berkaitan dengan kemanusiaan.
Perlu diketahui bahwa akhir-akhir ini kajian epistemologi di Barat cenderung menolak kategorisasi pengetahuan (terutama dalam humaniora dan ilmu sosial) yang ketat. Pemahaman kita akan suatu permasalahan tidak cukup mengandalkan analisis satu ilmu saja. Oleh karena itu muncullah gagasan pendekatan interdisiplin atau multidisplin dalam memahami suatu permasalahan. Bidang-bidang kajian yang ada di perguruan tinggi-perguruan tinggi Barat tidak lagi hanya berdasarkan jenis-jenis keilmuan tradisional, tetapi pada satu tema yang didekati dari gabungan berbagai disiplin. Misalnya program studi Timur Tengah, studi Asia Tenggara, studi-studi keislaman (Islamic studies), studi budaya (cultural studies), dll.
Tema-tema yang dahulu menjadi monopoli satu ilmu pun kini harus didekati dari berbagai macam disiplin agar diperoleh pemahaman yang lebih komprehensif. Wilayah-wilayah geografis tertentu, misalnya Jawa, suku Papua, pedalaman Kalimantan, atau Maroko dan Indian, yang dahulu dimonopoli ilmu antropologi, kini harus dipahami dengan menggunakan berbagai macam disiplin (sosiologi, psikologi, semiotik, bahkan filsafat).
Pendekatan interdisiplin ini pun kini menguat dalam kajian-kajian keislaman, termasuk dalam fikih. Untuk menentukan status hukum terutama dalam permasalahan kontemporer, pemakaian ilmu fikih murni tidak lagi memadai. Apalagi jika fikih dimengerti sebagai fikih warisan zaman mazhab-mazhab. Ilmu-ilmu modern saat ini menuntut untuk lebih banyak dilibatkan dalam penentuan hukum suatu masalah. Sekadar contoh, untuk menentukan hukum pembuatan bayi tabung, diperlukan pemahaman akan biologi dan kedokteran. Untuk menghukumi soal berbisnis di bursa saham, ilmu ekonomi harus dipahami.
Ada tiga aspek yang membedakan satu pengetahuan dengan pengetahuan lainnya, yakni:
1. Ontologi
Ontologi adalah pembahasan tentang hakekat pengetahuan. Ontologi membahas pertanyaan-pertanyaan semacam ini: Objek apa yang ditelaah pengetahuan? Adakah objek tersebut? Bagaimana wujud hakikinya? Dapatkah objek tersebut diketahui oleh manusia, dan bagaimana caranya?
2. Epistemologi
Epistemologi adalah pembahasan mengenai metode yang digunakan untuk mendapatkan pengetahuan. Epistemologi membahas pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana proses yang memungkinkan diperolehnya suatu pengetahuan? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang benar? Lalu benar itu sendiri apa? Kriterianya apa saja?
3. Aksiologi
Aksiologi adalah pembahasan mengenai nilai moral pengetahuan. Aksiologi menjawab pertanyaan-pertanyaan model begini: untuk apa pengetahuan itu digunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan pengetahuan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana kaitan antara metode pengetahuan dengan norma-norma moral/profesional?
Perbedaan suatu pengetahuan dengan pengetahuan lain tidak mesti dicirikan oleh perbedaan dalam ketiga aspek itu sekaligus. Bisa jadi objek dari dua pengetahuan sama, tetapi metode dan penggunaannya berbeda. Filsafat dan agama kerap bersinggungan dalam hal objek (sama-sama membahas hakekat alam, baik-buruk, benar-salah, dsb), tetapi metode keduanya jelas beda. Sementara perbedaan antar sains terutama terletak pada objeknya, sedangkan metodenya sama.
Adapun yang menjadi sumber pengetahuan adalah sebagai berikut:
1. Indera
Indera digunakan untuk berhubungan dengan dunia fisik atau lingkungan di sekitar kita. Indera ada bermacam-macam; yang paling pokok ada lima (panca indera), yakni indera penglihatan (mata) yang memungkinkan kita mengetahui warna, bentuk, dan ukuran suatu benda; indera pendengaran (telinga) yang membuat kita membedakan macam-macam suara; indera penciuman (hidung) untuk membedakan bermacam bau-bauan; indera perasa (lidah) yang membuat kita bisa membedakan makanan enak dan tidak enak; dan indera peraba (kulit) yang memungkinkan kita mengetahui suhu lingkungan dan kontur suatu benda.
Pengetahuan lewat indera disebut juga pengalaman, sifatnya empiris dan terukur. Kecenderungan yang berlebih kepada alat indera sebagai sumber pengetahuan yang utama, atau bahkan satu-satunya sumber pengetahuan, menghasilkan aliran yang disebut empirisisme, dengan pelopornya John Locke (1632-1714) dan David Hume dari Inggris. Mengenai kesahihan pengetahuan jenis ini, seorang empirisis sejati akan mengatakan indera adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya, dan pengetahuan inderawi adalah satu-satunya pengetahuan yang benar.
Tetapi mengandalkan pengetahuan semata-mata kepada indera jelas tidak mencukupi. Dalam banyak kasus, penangkapan indera seringkali tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Misalnya pensil yang dimasukkan ke dalam air terlihat bengkok, padahal sebelumnya lurus. Benda yang jauh terlihat lebih kecil, padahal ukuran sebenarnya lebih besar. Bunyi yang terlalu lemah atau terlalu keras tidak bisa kita dengar. Belum lagi kalau alat indera kita bermasalah, sedang sakit atau sudah rusak, maka kian sulitlah kita mengandalkan indera untuk mendapatkan pengetahuan yang benar.
2. Akal
Akal atau rasio merupakan fungsi dari organ yang secara fisik bertempat di dalam kepala, yakni otak. Akal mampu menambal kekurangan yang ada pada indera. Akallah yang bisa memastikan bahwa pensil dalam air itu tetap lurus, dan bentuk bulan tetap bulat walaupun tampaknya sabit. Keunggulan akal yang paling utama adalah kemampuannya menangkap esensi atau hakikat dari sesuatu, tanpa terikat pada fakta-fakta khusus. Akal bisa mengetahui hakekat umum dari kucing, tanpa harus mengaitkannya dengan kucing tertentu yang ada di rumah tetangganya, kucing hitam, kucing garong, atau kucing-kucingan.
Akal mengetahui sesuatu tidak secara langsung, melainkan lewat kategori-kategori atau ide yang inheren dalam akal dan diyakini bersifat bawaan. Ketika kita memikirkan sesuatu, penangkapan akal atas sesuatu itu selalu sudah dibingkai oleh kategori. Kategori-kategori itu antara lain substansi, kuantitas, kualitas, relasi, waktu, tempat, dan keadaan.
Pengetahuan yang diperoleh dengan akal bersifat rasional, logis, atau masuk akal. Pengutamaan akal di atas sumber-sumber pengetahuan lainnya, atau keyakinan bahwa akal adalah satu-satunya sumber pengetahuan yang benar, disebut aliran rasionalisme, dengan pelopornya Rene Descartes (1596-1650) dari Prancis. Seorang rasionalis umumnya mencela pengetahuan yang diperoleh lewat indera sebagai semu, palsu, dan menipu.
3. Hati atau Intuisi
Organ fisik yang berkaitan dengan fungsi hati atau intuisi tidak diketahui dengan pasti; ada yang menyebut jantung, ada juga yang menyebut otak bagian kanan. Pada praktiknya, intuisi muncul berupa pengetahuan yang tiba-tiba saja hadir dalam kesadaran, tanpa melalui proses penalaran yang jelas, non-analitis, dan tidak selalu logis. Intuisi bisa muncul kapan saja tanpa kita rencanakan, baik saat santai maupun tegang, ketika diam maupun bergerak. Kadang ia datang saat kita tengah jalan-jalan di trotoar, saat kita sedang mandi, bangun tidur, saat main catur, atau saat kita menikmati pemandangan alam.
Intuisi disebut juga ilham atau inspirasi. Meskipun pengetahuan intuisi hadir begitu saja secara tiba-tiba, namun tampaknya ia tidak jatuh ke sembarang orang, melainkan hanya kepada orang yang sebelumnya sudah berpikir keras mengenai suatu masalah. Ketika seseorang sudah memaksimalkan daya pikirnya dan mengalami kemacetan, lalu ia mengistirahatkan pikirannya dengan tidur atau bersantai, pada saat itulah intuisi berkemungkinan muncul. Oleh karena itu intuisi sering disebut supra-rasional atau suatu kemampuan yang berada di atas rasio, dan hanya berfungsi jika rasio sudah digunakan secara maksimal namun menemui jalan buntu.
Hati bekerja pada wilayah yang tidak bisa dijangkau oleh akal, yakni pengalaman emosional dan spiritual. Kelemahan akal ialah terpagari oleh kategori-kategori sehingga hal ini, menurut Immanuel Kant (1724-1804), membuat akal tidak pernah bisa sampai pada pengetahuan langsung tentang sesuatu sebagaimana adanya (das ding an sich) atau noumena. Akal hanya bisa menangkap yang tampak dari benda itu (fenoumena), sementara hati bisa mengalami sesuatu secara langsung tanpa terhalang oleh apapun, tanpa ada jarak antara subjek dan objek.
Kecenderungan akal untuk selalu melakukan generalisasi (meng-umumkan) dan spatialisasi (meruang-ruangkan) membuatnya tidak akan mengerti keunikan-keunikan dari kejadian sehari-hari. Hati dapat memahami pengalaman-pengalaman khusus, misalnya pengalaman eksistensial, yakni pengalaman riil manusia seperti yang dirasakan langsung, bukan lewat konsepsi akal. Akal tidak bisa mengetahui rasa cinta, hatilah yang merasakannya. Bagi akal, satu jam di rutan salemba dan satu jam di pantai carita adalah sama, tapi bagi orang yang mengalaminya bisa sangat berbeda. Hati juga bisa merasakan pengalaman religius, berhubungan dengan Tuhan atau makhluk-makhluk gaib lainnya, dan juga pengalaman menyatu dengan alam.
Pengutamaan hati sebagai sumber pengetahuan yang paling bisa dipercaya dibanding sumber lainnya disebut intuisionisme. Mayoritas filosof Muslim memercayai kelebihan hati atas akal. Puncaknya adalah Suhrawardi al-Maqtul (1153-1192) yang mengembangkan mazhab isyraqi (iluminasionisme), dan diteruskan oleh Mulla Shadra (w.1631). Di Barat, intuisionisme dikembangkan oleh Henry Bergson.
4. Wahyu
Wahyu adalah pemberitahuan langsung dari Tuhan kepada manusia dan mewujudkan dirinya dalam kitab suci agama. Namun sebagian pemikir Muslim ada yang menyamakan wahyu dengan intuisi, dalam pengertian wahyu sebagai jenis intuisi pada tingkat yang paling tinggi, dan hanya nabi yang bisa memerolehnya.
Dalam tradisi filsafat Barat, pertentangan keras terjadi antara aliran empirisisme dan rasionalisme. Hingga awal abad ke-20, empirisisme masih memegang kendali dengan kuatnya kecenderungan positivisme di kalangan ilmuwan Barat. Sedangkan dalam tradisi filsafat Islam, pertentangan kuat terjadi antara aliran rasionalisme dan intuisionisme (iluminasionisme, ‘irfani), dengan kemenangan pada aliran yang kedua. Dalam kisah perjalanan Nabi Khidir a.s. dan Musa a.s., penerimaan Musa atas tindakan-tindakan Khidir yang mulanya ia pertanyakan dianggap sebagai kemenangan intuisionisme. Penilaian positif umumnya para filosof Muslim atas intuisi ini kemungkinan besar dimaksudkan untuk memberikan status ontologis yang kuat pada wahyu, sebagai sumber pengetahuan yang lebih sahih daripada rasio.

B. Teori, Proposisi, dan konsep
1. Teori
Tujuan utama suatu ilmu adalah menemukan penjelasan umum tentang kejadian-kejadian alamiah. Penjelasan-penjelasan umum itu disebut teori. Di samping itu tujuan lain dari ilmu adalah pemahaman, peramalan (prediksi) dan pengendalian berbagai peristiwa atau kejadian.
a. Pengertian Teori
1) A set of interrelated propositions, some of which can be empirically test (Nan Lin, 1976) (Seperangkat proposisi yang saling berhubungan dan dapat diuji secara empirik).
• Proposisi adalah pernyataan-pernyataan tentang hubungan diantara dua konsep atau lebih.
• Apabila seseorang diberi stimulus, maka ia akan memberikan reaksi dengan cara tertentu. Stimulus dan reaksi adalah dua konsep yang dihubungkan menjadi satu proposisi.
• Contoh: Konsep gaji dihubungkan dengan konsep semangat kerja. Proposisi yang dapat dibangun adalah Jika pegawai diberi gaji yang cukup, maka semangat kerjanya akan meningkat.
2) Suatu teori terdiri dari seperangkat proposisi (tidak hanya satu) yang saling berkaitan. Keterkaitan tersebut tersusun dalam suatu sistem yang memungkinkan kita mempunyai pengetahuan yang sistematis tentang suatu peristiwa. Oleh karenanya Kerlinger (1973) mengatakan bahwa:
3) Teori adalah seperangkat konstruk (konsep) yang saling berhubungan, definisi-definisi, dan proposisi yang menyajikan pandangan yang sistematis tentang gejala-gejala dengan merinci hubungan-hubungan antara variabel, dengan tujuan menjelaskan dan meramalkan gejala-gejala.
4) Teori adalah sebuah kumpulan proposisi umum yg saling berkaitan dan digunakan untuk menjelaskan hubungan yg timbul antara beberapa variabel yang diobservasi. Formulasi teori adalah upaya untuk mengintegrasikan semua informasi secara logis sehingga alasan atas masalah penelitian dapat dikonseptualisasikan dan diuji (Sekaran, 2000: 29 – 30).
Dengan demikian, teori dianggap sebagai sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam gejala sosial maupun natura yang ingin diteliti dan juga merupakan alat dari ilmu (tool of science). Di lain pihak, teori juga merupakan alat penolong teori. Sebagai alat dari ilmu, teori mempunyai peranan sebagai : (a) teori sebagai orientasi utama dari ilmu, (b) teori sebagai konseptualisasi dan klasifikasi, (c) teori meringkas fakta, (d) teori memprediksi fakta-fakta, dan (e) teori memperjelas celah kosong. Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan juga dapat meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan merupakan keterangan-keterangan empiris yang berpencar. Makin banyak penelitian yang dituntun oleh teori, maka makin banyak pula kontribusi penelitian yang secara langsung dapat mengembangkan ilmu pengetahuan (disarikan dari Moh. Nazir, 1983:22-25)
b. Konsep dan konstruk
Suatu konsep adalah sejumlah pengertian atau karakteristik, yang dikaitkan dengan peristiwa, obyek, kondisi, situasi, dan perilaku tertentu. Dengan kata lain konsep adalah pendapat abstrak yang digeneralisasikan dari fakta tertentu (Davis dan Consenza, 1993: 25). Konsep sangat menentukan sukses suatu penelitian karena:
 Seberapa jelas kita mengkonseptualisasikan sesuatu.
 Seberapa jauh orang lain dapat memahami konsep yang kita gunakan.
Konstruk adalah jenis konsep tertentu yang berada dalam tingkatan abstraksi yang lebih tinggi dr pd konsep dan diciptakan untuk tujuan teoritis tertentu. Konstruk dapat berupa sebuah pandangan atau pendapat yg biasanya ditemukan untuk sebuah penelitian dan/atau pembentukan teori.
Contoh: kursi adalah konsep
tempat duduk adalah konstruk.
c. Proposisi
Proposisi adalah pernyataan yang bekaitan dengan hubungan antara konsep-konsep yang ada dan pernyataan dari hubungan universal antara kejadian-kejadian yang memiliki karakteristik tertentu. Contoh: kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari kinerja produk yang dirasakan oleh pelanggan dan harapan pelanggan terhadap produk tersebut (Kotler, 2000: 58)
C. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoadmodjo cara memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Cara Tradisional
Cara-cara penemuan pengatahuan pada periode ini antara lain:
a. Cara coba-coba
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan tersebut tidak berhasil dicoba kemungkinan yang lama.
b. Cara kekuasaan (otoritas)
Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada kekuasaan, baik otoritas tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin, maupun otoritas ahli ilmu pengetahuan.
c. Berdasarkan pengalaman
Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
d. Melalui jalan pikiran
Menusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan.
2. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan.
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah, cara ini disebut dengan metode penelitian ilmiah atau lebih populer lagi metodologi penelitian.
Dalam upaya memperoleh pengetahuan dan memahami sesuatu, umumnya manusia melakukan satu atau lebih metode untuk memperoleh pengetahuan. Secara garis besar, metode yang biasa dilakukan untuk memperoleh pengetahuan berjumlah empat metode. Keempat metode ini biasa disebut sebagai metode memperoleh pengetahuan atau methods of knowing, yaitu:
1. Metode keteguhan (tenacity).
Dengan metode ini orang menerima suatu kebenaran karena merasa yakin akan kebenarannya. Unsur keyakinan berperan dalam metode ini. bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang diterima sebagai kebenaran karena keyakinan agama.
2. Metode otoritas.
Sesuatu diterima sebagai kebenaran karena sumbernya mempunyai otoritas itu. bahwa alam semesta adalah ciptaan Allah diterima sebagai suatu kebenaran karena sumbernya adalah Al-Qur’an.
3. Metode apriori atau intuisi.
Sesuatu diterima sebagai kebenaran semata-mata berdasarkan intuisi.
4. Metode tradisi.
Seseorang menerima suatu kebenaran dari tradisi yang berlaku di dalam lingkungannya.
5. Metode trial and error.
Pengetahuan dengan cara ini diperoleh melalui pengalaman langsung. Sesuatu yang dianggap benar diperoleh sebagai hasil dari serangkaian percobaan yang tidak sistematis.
6. Metode metafisik.
Suatu pengetahuan yang dianggap benar diperoleh secara metafisik. Jawaban terhadap masalah yang ditemukan dalam dunia empiris dicari di dalam dunia supranatural, di dalam dunia transenden. Pengetahuan yang diperoleh dari ajaran agama atau kepercayaan atau mistik termasuk dalam golongan ini.
7. Metode ilmiah.
Metode ini dilakukan melalui proses deduksi dan induksi. Permasalahan ditemukan di dalam dunia empiris, dan jawabannya juga dicari di dalam dunia empiris melalui proses deduksi dan induksi yang dilakukan secara sistematis. Moh. Nazir menyebutkan 6 kriteria pada metode ini, yaitu (1) berdasarkan fakta, (2) bebas dari prasangka, (3) menggunakan prinsip-prinsip analisis, (4) menggunakan hipotesis, (5) menggunakan ukuran obyektif, dan (6) menggunakan teknik kuantitatif.
D. Metode Ilmiah dan Metode Akal Sehat
Kerlinger menjelaskan tentang perbedaan metode ilmiah dan metode akal sehat ke dalam 5 hal, yaitu:
1) Dalam penggunaan pola konseptual dan struktur teoritis dalam menjelaskan gejala. Pendekatan dengan metode akal sehat menggunakan teori dan konsep secara longgar, sedangkan pendekatan ilmiah menggunakan teori dan konsep secara ketat dan terkendali. Pada pendekatan akal sehat, penjelasan tentang gejala atau fenomena tertentu sering diterima begitu saja tanpa mempertanyakannya lebih mendalam.
2) Dalam pendekatan ilmiah, teori dan hipotesis diuji secara sistematis dan empiris. Pada pendekatan akal sehat, teori dan hipotesis diuji juga, tetapi secara selektif, dan tidak obyektif.
3) Pada pendekatan ilmiah, pengamatan terhadap fenomena dilakukan secara terkendali (terkontrol). Cara seperti ini tidak terdapat pada pendekatan akal sehat. Untuk mengetahui sebab-sebab dari suatu peristiwa melalui pendekatan ilmiah, dikumpulkan seperangkat variabel yang diangkat sebagai variabel kontrol terhadap peristiwa yang dipelajari.
4) Pada pendekatan dengan akal sehat, dalam fenomena yang muncul sering langsung dihubungkan dalam satu hubungan sebab akibat tanpa melalui penelitian yang dilakukan secara sistematis.
5) Pendekatan ilmiah selalu bersifat empiris, dalam arti harus ada penjelasan tentang hubungan di antara fenomena-fenomena, yang dilakukan berdasarkan kenyataan-kenyataan yang realistis dan mengesampingkan semua hal yang bersifat metafisik.
E. Penelitian ilmiah
Riset berasal dari bahasa Inggris, research, menurut The Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1961) ialah penyelidikan atau pencarian yang seksama untuk memperoleh fakta baru dalam cabang ilmu pengetahuan.
Menurut Fellin, Tripodi dan Meyer (1969) riset adalah suatu cara sistematik untuk maksud meningkatkan, memodifikasi dan mengembangkan pengetahuan yang dapat disampaikan (dikomunikasikan) dan diuji (diverifikasi) oleh peneliti lain.
Ciri-ciri penelitian atau riset adalah sebagai berikut, yaitu bahwa riset: (Abisujak, 1981):
a. Dilakukan dengan cara-cara yang sistematik dan seksama.
b. Bertujuan meningkatkan, memdofikasi dan mengembangkan pengetahuan (menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan).
c. Dilakukan melalui pencarian fakta yang nyata.
d. Dapat disampaikan (dikomunikasikan) oleh peneliti lain.
e. Dapat diuji kebenarannya (diverifikasi) oleh peneliti lain.
Dalam bahasa Indonesia, padanan kata riset sering digunakan istilah “penelitian”. Penelitian didefinisikan sebagai: “Suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, dan usaha-usaha itu dilakukan dengan metode ilmiah” (Sutrisno Hadi, 2001).
Pelajaran yang membicarakan metode-metode ilmiah mengenai penelitian disebut metode penelitian atau research methodology. Metode ilmiah pertama kali dikenalkan oleh John Dewey untuk memecahkan masalah. John Dewey di dalam bukunya How We Think (1910) mengatakan bahwa langkah-langkah pemecahan suatu masalah adalah sebagai berikut:
1. Merasakan adanya suatu masalah atau kesulitan, dan masalah atau kesulitan ini mendorong perlunya pemecahan.
2. Merumuskan dan atau membatasi masalah/kesulitan tersebut. Di dalam hal ini diperlukan observasi untuk mengumpulkan fakta yang berhubungan dengan masalah itu.
3. Mencoba mengajukan pemecahan masalah/ kesulitan tersebut dalam bentuk hipotesis-hipotesis. Hipotesis-hipotesis ini adalah merupakan pernyataan yang didasarkan pada suatu pemikiran atau generalisasi untuk menjelaskan fakta tentang penyebab masalah tersebut.
4. Merumuskan alasan-alasan dan akibat dari hipotesis yang dirumuskan secara deduktif.
5. Menguji hipotesis-hipotesis yang diajukan, dengan berdasarkan fakta-fakta yang dikumpulkan melalui penyelidikan atau penelitian. Hasil penelitian ini bisa menguatkan hipotesis dalam arti hipotesis diterima, dan dapat pula memperlemah hipotesis, dalam arti hipotesis ditolak. Dari langkah terakhir ini selanjutnya dapat dirumuskan pemecahan masalah yang telah dirumuskan tersebut.
Adapun kriteria metode ilmiah adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan fakta
b. Bebas dari prasangka
c. Menggunakan prinsip analisis
d. Menggunakan hipotesis
e. Menggunakan ukuran objektif
Adapun langkah – langkah umum metode ilmiah adalah sebagai berikut:
1. Memilih dan atau mengidentifikasi masalah
2. Menetapkan tujuan penelitian
3. Studi literatur
4. Merumuskan kerangka konsep penelitian
5. Merumuskan hipotesis
6. Merumuskan metode penelitian
7. Pengumpulan data
8. Mengolah dan menganalisis data
9. Membuat laporan
Adapun tujuan dilakukan penelitian adalah sebagai berikut:
a. Menemukan pengetahuan
b. Mengembangkan pengetahuan
c. Menguji kebenaran suatu pengetahuan
Adapun hasil suatu riset disebut penemuan (findings) yang berbentuk kesimpulan dan rekomendasi. Hal ini berarti hasil tersebut akan berguna bagi berbagai pihak (Abisujak, 1981):
1. bagi ilmu pengetahuan sendiri sesuai dengan tujuan pengembangan pengetahuan.
2. bagi orang-orang yang berminat untuk menerapkan hasil-hasil yang telah dirumuskan untuk maksud pelayanan/operasional atau perencanaan suatu program.
3. bagi orang-orang yang bermaksud mengadakan penelitian yang sama dengan populasi atau objek lain atau penelitian lanjutan.
Oleh karena itu suatu karya riset harus memenuhi kriteria berikut, yaitu: jelas, terbuka, jujur dan sistematik, atau dengan perkataan lain dapat dilaksanakan kembali oleh orang lain dengan cara-cara yang sama (reproducable), kecuali riset yang bersifat rahasia
Landasan riset pada dasarnya ialah ilmu pengetahuan (science), dan ilmu pengetahuan itu sendiri dikembangkan melalui riset. Jadi, terdapat kaitan yang erat antara riset dan ilmu pengetahuan.
F. Aspek Penelitian
Secara garis besar, penelitian dapat dibedakan dari beberapa aspek :
1. Aspek tujuan
Penelitian dari aspek tujuan ada dua macam yaitu :
a. Penelitian dasar atau penelitian murni
Penelitian dasar atau penelitian murni adalah pencarian terhadap sesuatu karena ada perhatian dan keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas. Penelitian dasar dikerjakan tanpa memikirkan pada pemanfaatan hasil penelitian tersebut untuk manusia masyarakat.
Hasil dari penelitian dasar adalah pengetahuan umum dan pengertian-pengertian tentang alam serta hokum-hukumnya. Pengetahuan ini merupakan alat untuk memecahkan masalah-masalah praktika, walaupun ia tidak memberikan jawaban yang menyeluruh untuk masalah tersebut. Tugas penelitian terapanlah yang akan menjawabmasalah-masalah praktis tersebut.
Charters (1920) menyatakan bahwa penelitian dasar terdiri atas hainya pemilihan sebuah masalah khas dari sumber mana saja, dan secara hati-hati memecahkan masalah tersebut tanpa memikirkan kehendak sosial atau ekonomi ataupun masyarakat. Contoh penelitian murni misalnya penelitian tentang gene,tentang nucleus, dan sebagainya.
b. Penelitian terapan
Penelitian terapan adalah penyelidikan yang hati-hati, sistematik dan terus-menerus terhadap suatu masalah dengan tujuan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia baik secara individual maupun secara kelompok. Hasil penelitian tidak perlu sebagai suatu penemuan baru, tetapi merupakan aplikasi baru dari penelitian yang telah ada.
Penelitian terapan memilih masalah yang ada hubungannya dengan keinginan masyarakat serta untuk memperbaiki praktik-praktik yang ada. Penelitian terapan harus dengan segera mengumumkan hasil penelitiannya dalam waktu yang tepat supaya penemuan tersebut tidak menjadi kadaluwarsa.
Contoh penelitian terapan di antaranya termasuk survei konsumen yang dilakukan oleh sebuah toko dan supermarket, penelitian tindakan tentang alat-alat ternologi pertanian dan alat produksi dalam suatu perusahaan. Penelitian pendidikan yang berkaitan dengan bagaimana meningkatkan keinginan belajar siswa, implementasi kurikulum, peningkatan kualitas, dan sebagainya.
2. Aspek metode
Beberapa macam bentuk penelitian dari aspek metode adalah :
a. Penelitian deskriptif
Klasifikasi yang pertama sering ditemui dalam bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan ialah penelitian deskriptif. Pada penelitian deskriptif ini, para peneliti berusaha menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada objek tertentu secara jelas dan sistematis. Penelitian deskriptif ini juga disebut penelitian praeksperimen. Karena dalam penelitian ini mereka melakukan eksplorasi, menggambarkan, dengan tujuan untuk dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas dasar data yang diperoleh di lapangan.
Penelitian deskriptrif ini hanya berusaha menggambarkan secara jelas dan sekuensial terhadap pertanyaan penelitian yang telah ditentukan sebelum para peneliti terjun ke lapangan dan mereka tidak menggunakan hipotesis sebagai petunjuk arah atau guide dalam penelitian.
b. Penelitian sejarah
Penelitian ini juga dilihat sepintas sama dengan penelitian deskriptif. Keduanya sama-sama menggunakan penggambaran secara komprehensif tentang objek atau subjek penelitian. Yang membedakan dalam penelitian sejarah, peneliti lebih memfokuskan pencarian data dengan metode wawancara pada pelaku sejarah, misalnya para pimpinan yang terlibat dan tokh-tokoh masyarakat yang mengalami dan menggunakan sumber-sumber lain termasuk objek peninggalan kejadian, prasasti, dan buku-buku yang berkaitan erat dengan peristiwa yang diteliti. Tujuan dari kegiatan tersebut ialah untuk memperoleh gambaran secara objektif terhadap peristiwa besar atau objek yang diteliti. Di negara berkembang termasuk di Indonesia ini,penelitian sejarah belum menjadi perhatian yang serius oleh para ahli dibidangnya. Oleh karena itu, tidak aneh jika terjadi penyimpangan terhadap objektivitas yang dapat berakibat seperti berikut :
1. Peristiwa besar dalam kehidupan masyarakat yang diambil dengan metodologi penelitian yang valid masih kurang.
2. Peristiwa biasa menjadi legendaris dan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
3. Banyak digunakan oleh para penguasa untuk memperoleh legitimasi yang lebih besar dan melanggengkan kekuasaannya.
c. Penelitian survei
Penelitian ini sering disebut sebagai penelitian normatif atau penelitian status. Penelitian survei biasanya tidak membatasi dengan satu atau beberapa varibel. Para penelitian pada umumnya dapat menggunakan variabel serta populasi yang luas sesuai dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai. Hasil yang dari penelitian survey juga dapat digunakan untuk bermacam-macam tujuan seperti berikut:
1. Penelitian inji dapat digunakan sebagai bentuk awal penelitian yang direncanakan untuk ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian lain yang lebih spesifik.
2. Dengan penelitian survey, para peneliti dapat melakukan eksplorasi dan deskriptif sebagai tujuan penelitian.
3. Dengan penelitian ini, mereka juga dapat melakukan klasifikasi terhadap permasalahan yang hendak dipecahkan kemudian
d. Penelitian ex-postfakto
Penelitian ini disebut penelitian ex-postfakto karena para peneliti berhubungan dengan variabel yang telah terjadi dan mereka tidak perlu memberikan perlakuan terhadap variabel yang diteliti. Pada penelitian ini variabel bebas dan variabel terikat sudah dinyatakan secara eksplisit, untuk kemudian dihubungkan sebagai penelitian korelasi atau diprediksi jika variabel bebas mempunyai pengaruh tertentu pada variabel terikat. Sedangkan untuk mencari hubungan maupun prediksi, seorang peneliti sudah dianjurkan menggunakan hipotesis sebagai petunjuk dalam pemecahan permasalahan penelitian.
e. Penelitian eksperimen
Penelitian ekperimen merupakan metode inti dari model penelitian yang ada. Karena dalam penelitian eksperimen para peneliti melakukan tiga persyaratan dari suatu bentuk penelitian. Ketiga persyaratan tersebut, yaitu kegiatan mengontrol, memanipulasi, dan observasi. Dalam penelitian eksperimen peneliti juga harus membagi objek atau subjek yang diteliti menjadi dua grup, yaitu grup treatment atau yang memperoleh perlakuan dan grup control yang tidak memperoleh perlakuan. Penelitian eksperimen karene peneliti sudah melkukan kegiatan mengontrol meke hasil penelitian dapat menentukan hubungan kausal atau sebab dan akibat. Penelitian eksperimen juga diharuskan menggunakan hipotesis dan melalui pengamatan, peneliti menguji hipotesis tersebut dalam kondisi eksperimen, yaitu kondisi yang sudah dimanipulasi sedemikian rupa (laboratorium), sehingga tidak ada kontaminasi diantara variabel yang diteliti. Bidang kedokteran, pertanian, psikologi dan bidang teknik adalah diantara bidang-bidang ilmu pengetahuan yang banyak menggunakan penelitian eksperimen.
f. Penelitian kuasi eksperimen
Penelitian kuasi eksperimen dapat diartikan sebagai penelitian yang mendekati eksperimen atau eksperimen semu. Bentuk penelitian ini banyak digunakan dibidang il mu pendidikan atau penelitian lain dengan subjek yang diteliti adalah manusia, dimana mereka tidak boleh dibedakan antara satu de ngan yang lain seperti mendapat perlakuan karena berstatus sebagai grup control. Pada penelitian kuasi eksperimen peneliti dapat membagi grup yang ada dengan tanpa memmbedakan antara control dan grup secara nyata dengan tetap mengacu pada bentuk alami yang sudah ada.
3. Aspek kajian / garapan
a. Penelitian kependidikan
Bidang garapan yang menjadi pokok penelitian adalah menekankan pada sekitar masalah pendidikan, baik mencakup factor internal pendidikan termasuk: komponen guru, siswa, kurikulum sistem pengajaran, manajemen pendidikan, dan hubungan lembaga denngan masyarakat. Disamping itu, penelitian juga mencakup factor-faktor eksternal seperti krbijakan pemerintah terhadap lembaga pendidikan, pengaruh gaya hidup elit politik terhadap prospek pendidikan, pengaruh kehidupan social dan ekonomi terhadap pendidikan generasi muda.
b. Penelitian non-kependidikan
Penelitian non-kependidikan ini mempunya cakupan yang luas sekali seluas bidang keahlian dan variasi dari para pembaca. Contoh penelitian non-kependidikan adalah penelitian social, ekonomi, politik, kebijakan pemerintah, sejarah, antropologi, pertanian, teknologi, penelitian agama dan peradaban masyarakat.
G. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terbagi ke dalan 2 bagian, yaitu:
1) Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis disebut sebagai manfaat akademis. Yakni manfaat yang dapat membantu kita untuk lebih memahami suatu konsep atau teori dalam suatu displin ilmu. Konsep atau teori di sini biasanya hanya sebagaian kecil dari konsep atau teori yang dibangun oleh banyak ilmuwan.
Penelitian yang bertitik tolak dari meragukan suatu teori tertentu disebut penelitian verifikatif. Keraguan terhadap suatu teori muncul jika teori yang bersangkutan tidak bisa lagi menjelaskan peristiwa-peristiwa aktual yang dihadapi. Pengujian terhadap teori tersebut dilakukan melalui penelitian empiris, dan hasilnya bisa menolak, atau mengukuhkan, atau merevisi teori yang bersangkutan. Secara teoritis penelitian berguna sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2) Manfaat Praktis
Manfaat praktis adalah manfaat yang bersifat terapan dan dapat segera digunakan untuk keperluan praktis, misalnya memecahkan suatu masalah, membuat keputusan, memperbaiki suatu program yang sedang berjalan. Dalam manfaat praktis, peneliti juga harus bersifat praktis, langsung pada persoalan dan spesifik. Penelitian bermanfaat untuk memecahkan masalah-masalah praktis. Mengubah lahan kering menjadi lahan subur, mengubah cara kerja supaya lebih efisien, dan mengubah kurikulum supaya lebih berdaya guna bagi pembangunan sumber daya manusia merupakan contoh-contoh permasalahan yang dapat di bantu pemecahannya melalui penelitian ilmiah. Secara praktis berguna sebagai upaya yang dapat dipetik langsung manfaatnya.