Senin, 21 Juni 2010

KONSEPTUALISASI MASALAH PENELITIAN

PERTEMUAN 3
KONSEPTUALISASI MASALAH PENELITIAN

A. Perumusan Masalah
Perumusan masalah atau research questions atau disebut juga sebagai research problem, diartikan sebagai suatu rumusan yang mempertanyakan suatu fenomena, baik dalam kedudukannya sebagai fenomena mandiri, maupun dalam kedudukannya sebagai fenomena yang saling terkait di antara fenomena yang satu dengan yang lainnya, baik sebagai penyebab maupun sebagai akibat.
Perumusan masalah penelitian dapat dibedakan dalam dua sifat, meliputi perumusan masalah deskriptif, apabila tidak menghubungkan antar fenomena dan perumusan masalah eksplanatoris, apabila rumusannya menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh antara dua atau lebih fenomena.
Perumusan masalah memiliki fungsi sebagai berikut yaitu:
1. Sebagai pendorong suatu kegiatan penelitian menjadi diadakan atau dengan kata lain berfungsi sebagai penyebab kegiatan penelitian itu menjadi ada dan dapat dilakukan.
2. Sebagai pedoman, penentu arah atau fokus dari suatu penelitian. Perumusan masalah ini tidak berharga mati, akan tetapi dapat berkembang dan berubah setelah peneliti sampai di lapangan.
3. Sebagai penentu jenis data macam apa yang perlu dan harus dikumpulkan oleh peneliti, serta jenis data apa yang tidak perlu dan harus disisihkan oleh peneliti. Keputusan memilih data mana yang perlu dan data mana yang tidak perlu dapat dilakukan peneliti, karena melalui perumusan masalah peneliti menjadi tahu mengenai data yang bagaimana yang relevan dan data yang bagaimana yang tidak relevan bagi kegiatan penelitiannya.
4. Dengan adanya perumusan masalah penelitian, maka para peneliti menjadi dapat dipermudah di dalam menentukan siapa yang akan menjadi populasi dan sampel penelitian.
Ada tiga kriteria yang diharapkan dapat dipenuhi dalam perumusan masalah penelitian yaitu:
1. Berwujud kalimat tanya atau yang bersifat kalimat interogatif, baik pertanyaan yang memerlukan jawaban deskriptif, maupun pertanyaan yang memerlukan jawaban eksplanatoris, yaitu yang menghubungkan dua atau lebih fenomena atau gejala di dalam kehidupan manusaia.
2. Bermanfaat atau berhubungan dengan upaya pembentukan dan perkembangan teori, dalam arti pemecahannya secara jelas, diharapkan akan dapat memberikan sumbangan teoritik yang berarti, baik sebagai pencipta teori-teori baru maupun sebagai pengembangan teori-teori yang sudah ada.
3. Hendaknya dirumuskan di dalam konteks kebijakan pragmatis yang sedang aktual, sehingga pemecahannya menawarkan implikasi kebijakan yang relevan pula, dan dapat diterapkan secara nyata bagi proses pemecahan masalah bagi kehidupan manusia.
Merumuskan masalah merupakan pekerjaan yang sulit bagi setiap peneliti. Dalam merumuskan masalah memerlukan pengetahuan yang luas dan terpadu mengenai teori-teori dan hasil-hasil penelitian dari para ahli terdahulu dalam bidang-bidang yang terkait dengan masalah yang akan diteliti. Sebelum merumuskan masalah, maka kita harus membuat konseptualisasi. Konseptualisasi adalah proses pembentukan konsep dengan bertitik tolak pada gejala-gejala pengamatan, proses ini berjalan secara induktif. Konsep berada dalam bidang logika (teoritis) dan gejala berada dalam dunia empiris (faktual) Konsep bersifat abstrak, sedangkan gejala bersifat konkret. Memberikan konsep pada gejala itulah yang disebut dengan konseptualisasi.
Proses ini diawali dengan mengungkapkan permasalahan penelitian, latar belakangnya, perumusannya, dan signifikansinya. Masalah sebagai kesenjangan yang ada di antara kenyataan dan harapan perlu dirumuskan secara eksplisit. Masalah tersebut dapat ditangkap dari keluhan-keluhan yang ada dalam lingkungan sosial yang bersangkutan. Gejala-gejala khusus dari masalah ini diungkapkan secara jelas, untuk kemudian konsepnya dirumuskan secara operasional. Akhirnya, perlu juga diungkapkan mengapa masalah itu penting untuk diteliti, baik dari segi akademis maupun dari segi praktis. Dari segi kepentingan akademis, suatu penelitian bisa mengukuhkan teori yang ada, atau menyangkalnya, atau merevisinya. Sedangkan kepentingan praktis berhubungan dengan pentingnya penelitian itu dalam pengembangan program atau pekerjaan tertentu.
Konseptualisasi penelitian tidak hanya merumuskan masalah, tetapi juga mengungkapkan cara-cara tentang bagaimana masalah tersebut akan diteliti. Dengan demikian terdapat dua masalah pokok yang akan dijelaskan dalam konseptualisasi penelitian itu, yaitu penjelasan tentang khusus dalam perencanaan penelitian (research design).
Suatu masalah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek empiris dan aspek logis atau rasional. Masalah penelitian adalah suatu keadaan yang bersumber pada interaksi antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan sesuatu yang membingungkan dan oleh sebab itu memerlukan solusi untuk memecahkan masalah tersebut. Masalah muncul karena adanya kesenjangan antara apa yang ada dan apa yang seharusnya, antara kenyataan yang ada dan apa yang diharapkan, dan antara teori dengan kenyataan. Masalah akan muncul apabila kita mampu menangkap kontradiktif pada interaksi satu atau dua antara komponen, yaitu konsep, pengalaman, dan data empiris. Pembagian masalah dilihat dari apa yang diharapkan terbagi dalam 3 kategori, yaitu:
1. Masalah filosofis, yaitu apabila gejala empirisnya tidak sesuai dengan pandangan hidup yang ada dalam masyarakat.
2. Masalah kebijakan, yaitu masalah yang tergolong dalam masalah kebijakan adalah perilaku-perilaku atau kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh si pembuat kebijakan.
3. Masalah ilmiah, yaitu kenyataan-kenyataan yang tidak sesuai dengan teori ilmu pengetahuan.
B. Variabel
Variabel Penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. (Sugiyono, 2007)
Secara Teoritis, para ahli telah mendefinisikan variabel sebagai berikut :
 Hatch & Farhady (1981)
Variabel didefinisikan sebagai Atribut seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.
 Kerlinger (1973)
Variabel adalah konstruk (constructs) atau sifat yang akan dipelajari.
Misalnya : tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status social, jenis kelamin, golongan gaji, produktifitas kerja, dll.
Variabel dapat dikatakan sebagai suatu sifat yang diambil dari suatu nilai yang berbeda (different values). Dengan demikian, Variabel itu merupakan suatu yang bervariasi.
 Kidder (1981)
Variabel adalah suatu kualitas qualities) dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya.
 Bhisma Murti (1996)
Variabel didefinisikan sebagai fenomena yang mempunyai variasi nilai. Variasi nilai itu bisa diukur secara kualitatif atau kuantitatif.
 Sudigdo Sastroasmoro
Variabel merupakan karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke subyek lainnya.
 Dr. Ahmad Watik Pratiknya (2007)
Variabel adalah Konsep yang mempunyai variabilitas. Sedangkan Konsep adalah penggambaran atau abstraksi dari suatu fenomena tertentu. Konsep yang berupa apapun, asal mempunyai ciri yang bervariasi, maka dapat disebut sebagai variable.
Dengan demikian, variabel dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang bervariasi.
 Dr. Soekidjo Notoatmodjo (2002)
Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota – anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain.
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang sesuatu konsep pengertian tertentu.
Misalnya : umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, pengetahuan, pendapatan, penyakit, dsb.
Berdasarkan pengertian – pengertian di atas, maka dapat dirumuskan bahwa definisi variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Ditinjau dari sifatnya, variable penelitian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Variabel Statis
Variabel statis adalah variable yang tidak dapat diubah keberadaannya. Misalnya jenis kelamin, status social ekonomi, tempat tinggal dan lain-lain.
Apabila hasil penelitian menunjukkan sesuatu yang merupakan akibat dari variable-variabel tersebut, peneliti tidak mampu mengubah atau mengusulkan untuk mengubah variable dimaksud. Oleh karena itu, untuk mempermudah mengingatnya variable tersebut sering juga disebut variable tak berdaya.
2. Variabel dinamis
Variabel dinamis adalah variable yang dapat diubah keberadaannya berupa pengubahan , peningkatan, atau penurunan.
Contoh variable dinamis adalah kedisiplinan, motivasi kepedulian, pengaturan dan sebagainya. Apabila hasil penelitian menunjukkan sesuatu yang merupakan akibat dari variable-variabel tersebut, maka peneliti dapat mengubah atau mengusulkan untuk mengubahnya. Oleh karena itu, untuk mempermudah mengingatnya, variable ini disebut variable terubah.
Berdasarkan hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain, maka macam – macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi:
1. Variabel independen
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab atau berubahnya suatu variabel lain (variabel dependen). Juga sering disebut dengan variabel bebas, prediktor, stimulus, eksougen atau antecendent.
Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel Dependen (terikat). Dinamakan sebagai Variabel Bebas karena bebas dalam mempengaruhi variabel lain.
Contoh :

“Pengaruh Therapi Musik terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan…”

2. Variabel dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel lain (variabel bebas). Juga sering disebut variabel terikat, variabel respons atau endogen. Variabel inilah yang sebaiknya anda kupas dalam-dalam pada latar belakang penelitian. Berikan porsi yang lebih dalam membahas variabel terikat dari pada variabel bebasnya karena merupakan implikasi dari hasil penelitian.
3. Variabel Moderating
Variabel moderating adalah variabel yang memperkuat atau memperlemah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sekali lagi, memperkuat atau memperlemah. Variabel moderating juga sering disebut sebagai variabel bebas kedua dan sering dipergunakan dalam analisis regresi linear, atau pada structural equation modeling. Sebagai contoh, hubungan ayah dan ibu akan semakin mesra dengan adanya anak. Jadi anak merupakan variabel moderating antara ayah dan ibu. Atau, selingkuhan merenggangkan hubungan ayah dan ibu, jadi selingkuhan merupakan variabel moderating antara ayah dan ibu.
4. Variabel intervening
Variabel intervening adalah variabel yang menjadi media pada suatu hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sebagai contoh, prestasi kerja pengaruh ibu terhadap ayah akan semakin kuat setelah berkeluarga. Jadi keluarga merupakan media bagi ibu dalam pengaruhnya terhadap ayah.
5. Variabel control
Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan, atau dijadikan acuan bagi variabel yang lain. Misalnya variabel kecepatan menulis murid-murid suatu sekolah, yang diukur dan dibandingkan kecepatan menulis murid sekolah lain.
Pengukuran variabel adalah penting bagi setiap penelitian karena dengan pengukuran itu penelitian dapat menghubungan kosep yang abstrak dengan realitas. Pengukuran Variabel Penelitian dapat dikelompokkan menjadi 4 Skala Pengukuran, yaitu :
1. Skala Nominal
Skala nominal adalah suatu himpunan yang terdiri dari anggota – anggota yang mempunyai kesamaan tiap anggotanya, dan memiliki perbedaan dari anggota himpunan yang lain.
Misalnya :
 Jenis Kelamin : dapat dibedakan antara laki – laki dan perempuan
 Pekerjaan : dapat dibedakan petani, pegawai, pedagang
 Golongan Darah : dibedakan atas Gol. 0, A, B, AB
 Ras : dibedakan atas Mongoloid, Kaukasoid, Negroid.
 Suku Bangsa : dibedakan dalam suku Jawa, Sunda, Batak dsb.
Skala Nominal, Variasinya tidak menunjukkan Perurutan atau Kesinambungan, tiap variasi berdiri sendiri secara terpisah.
Dalam skala nominal tidak dapat dipastikan apakah kategori satu mempunyai derajat yang lebih tinggi atau lebih rendah dari kategori yang lain ataukah kategori itu lebih baik atau lebih buruk dari kategori yang lain.
2. Skala Ordinal
Skala Ordinal adalah skala variabel yang menunjukkan tingkatan – tingkatan.
Skala Ordinal adalah Himpunan yang beranggotakan menurut rangking, urutan, pangkat atau jabatan.
Skala Ordinal adalah Kategori yang dapat diurutkan atau diberi peringkat.
Skala Ordinal adalah Skala Data Kontinum yang batas satu variasi nilai ke variasi nilai yang lain tidak jelas, sehingga yang dapat dibandingkan hanyalah nilai tersebut lebih tinggi, sama atau lebih rendah daripada nilai yang lain.
Contoh :
 Tingkat Pendidikan : dikategorikan SD, SMP, SMA, PT
 Pendapatan : Tinggi, Sedang, Rendah
 Tingkat Keganasan Kanker : dikategorikan dalam Stadium I, II, dan III.
Hal ini dapat dikatakan bahwa : Stadium II lebih berat daripada Stadium I dan Stadium III lebih berat daripada Stadium II.
Tetapi kita tidak bisa menentukan secara pasti besarnya perbedaan keparahan itu.
 Sikap (yang diukur dengan Skala Linkert) : Setuju, Ragu – ragu, Tidak Setuju. Dsb.
3. Skala Interval
Skala Interval adalah skala data kontinum yang batas variasi nilai satu dengan yang lain jelas, sehingga jarak atau intervalnya dapat dibandingkan.
Dikatakan Skala Interval bila jarak atau perbedaan antara nilai pengamatan satu dengan nilai pengamatan lainnya dapat diketahui secara pasti.
Nilai variasi pada Skala Interval juga dapat dibandingkan seperti halnya pada skala ordinal (Lebih Besar, Sama, Lebih Kecil..dsb), tetapi nilai mutlaknya tidak dapat dibandingkan secara matematis. Oleh karena itu, batas – batas variasi nilai pada skala interval bersifat arbitrer (angka nol-nya tidak absolut).
Contoh :
 Temperature / Suhu Tubuh : sebagai skala interval, suhu 360Celcius jelas lebih panas daripada suhu 240Celcius. Tetapi tidak bisa dikatakan bahwa suhu 360Celcius 1½ kali lebih panas daripada suhu 240Celcius. Alasannya : Penentuan skala 00Celcius Tidak Absolut (=00Celcius tidak berarti Tidak Ada Suhu/Temperatur sama sekali).
 Tingkat Kecerdasan,
 Jarak, dsb.
4. Skala Ratio = Skala Perbandingan.
Skala ratio Adalah Skala yang disamping batas intervalnya jelas, juga variasi nilainya memunyai batas yang tegas dan mutlak ( mempunyai nilai nol absolut ).
Misalnya :
 Tinggi Badan sebagai Skala Ratio, tinggi badan 180 cm dapat dikatakan mempunyai selisih 60 Cm terhadap tinggi badan 120 Cm, hal ini juga dapat dikatakan bahwa tinggi badan 180 adalah 1½ kali dari tinggi badan 120 Cm.
 Denyut Nadi : Nilai 0 dalam denyut nadi dapat dikatakan Tidak Ada Sama Sekali denyut nadinya.
 Berat Badan
 dsb.
Dari uraian di atas jelas bahwa skala ratio, interval, ordinal dan nominal berturut – turut memiliki nilai kuantitatif dari yang Paling Rinci ke yang Kurang Rinci. Skala Ratio mempunyai sifat – sifat yang dimiliki Skala Interval, Ordinal dan Nominal. Skala Interval memiliki ciri – ciri yang dimiliki Skala Ordinal dan Nominal, sedangkan Skala Ordinal memiliki sifat yang dimiliki Skala Nominal.
Adanya perbedaan tingkat pengukuran memungkinkan terjadinya Transformasi Skala Ratio dan Interval menjadi Ordinal atau Nominal. Transformasi ini dikenal sebagai Data Reduction atau Data Collapsing. Hal ini dimaksudkan agar dapat menerapkan metode statistic tertentu, terutama yang menghendaki skala data dalam bentuk Ordinal atau Nominal.
Sebaliknya, Skala Ordinal dan Nominal tidak dapat diubah menjadi Interval atau Ratio. Skala Nominal yang diberi label 0, 1 atau 2 dikenal sebagai Dummy Variable (Variabel Rekayasa). Misalnya : Pemberian label 1 untuk laki – laki dan 2 untuk perempuan tidak mempunyai arti kuantitatif (tidak mempunyai nilai / hanya kode). Dengan demikian, perempuan tidak dapat dikatakan 1 lebih banyak dari laki – laki. Pemberian label tersebut dimaksudkan untuk mengubah kategori huruf (Alfabet) menjadi kategori Angka (Numerik), sehingga memudahkan analisis data. (Cara ini dijumpai dalam Uji Q Cochran pada Pengujian Hipotesis).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar